JAKARTA. Rencana Kementerian Perdagangan (Kemdag) untuk menstabilkan harga ayam hidup di tingkat peternak dan konsumen melegak pengusaha. Namun, dari beberapa rancangan kebijakan yang ada, produsen menilai pengendalian pasokan bibit ayam berumur sehari atau day old chicken (DOC) sebagai langkah paling efektif. Eko P. Sandjojo, Wakil Direktur Utama PT Sierad Produce Tbk mengatakan, pengendalian pasokan DOC memiliki risiko paling mini dan sifatnya hanya sementara. Ini berbeda jika dilakukan pembatasan impor indukan ayam atau grand parent stock (GPS) "Jika mengurangi GPS, efeknya bisa empat tahun kemudian. Beda dengan pengurangan DOC yang hanya dua minggu," jelas Eko, kepada KONTAN, Senin (14/4).
Saking minimnya risiko, kebijakan mengurangi pasokan DOC bisa dilakukan produsen unggas. Namun, bila ini dilakukan, pengusaha bisa terkena tuduhan praktik persaingan usaha tidak sehat dari Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Hal ini berbeda bila pengaturan pasokan ini dilakukan pemerintah. Sekadar mengingatkan, Kemdag berencana mengeluarkan paket kebijakan perunggasan. Pertama, kebijakan penetapan Harga Patokan Peternak (HPP) ayam dan telur di tingkat peternak. Kedua, kebijakan pengaturan pasokan DOC ke pasar. Ketiga, pengurangan impor bibit indukan ayam atawa GPS).Namun, Krissantono, Ketua Umum Gabungan Perusahaan Pembibitan Unggas (GPPU) mengingatkan bahwa pemerintah harus berhati-hati dalam mengatur impor GPS. Pasalnya, jika terjadi kekurangan pasokan GPS, waktu yang dibutuhkan untuk memulihkan pasokan indukan ayam ini bisa mencapai satu setengah tahun hingga dua tahun. Menurutnya, pengendalian pasokan DOC bisa menjadi pilihan lantaran risikonya yang rendah. Saat ini, kebijakan ini sangat dibutuhkan karena banyak sekali perusahaan lokal dan asing yang memproduksi dan berbisnis ayam. Selain Sierad, juga PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk dan Japfa Comfeed Tbk. Disamping itu, konsumsi daging ayam di masyarakat menengah bawah masih tidak stabil. Pada periode tertentu terjadi kelebihan pasokan sehingga harga ayam anjlok. Agar stabilitas harga ayam di pasar bisa terjaga tanpa merugikan produsen dan konsumen, Eko bilang, perlu koordinasi antara Kemdag dan asosiasi pengusaha. Kerjasama ini terutama soal perhitungan konsumsi daging ayam nasional. Teknisnya, kata Eko, Kemdag bisa memantau pasokan dan kebutuhan ayam per minggu. Dengan begitu, Kemdag bisa melakukan intervensi kepada produsen ayam dengan mengendalikan volume DOC yang bisa dijual ke pasar.
Menurut Eko, saat ini harga ayam di tingkat peternak sudah tidak ideal lantaran harga pokok produksi lebih tinggi dari harga jualnya. Saat ini harga daging ayam di tingkat eceran sekitar Rp 13.000 per kg, sementara harga pokok produksi ayam di tingkat peternak Rp 15.000 per kilogram (kg) ayam hidup. Sedang harga jual DOC saat ini berkisar Rp 3.250 per ekor, lebih rendah dari biaya produksinya yang mencapai Rp 4.250 per ekor. Adapun Sierad sendiri merencanakan produksi DOC tahun ini mencapai 120 juta ekor, naik 33,3% dibanding tahun lalu yang sekitar 90 juta ekor. Dari produksi ini, sekitar 90% dijual ke peternak umum dan sisanya 10% dijual ke peternak mitra. Sayangnya, Eko belum bisa membeberkan dampak pembatasan impor ini atas produksi DOC Sierad bila kebijakan perunggasan ini diterapkan. "Belum sampai ke sana," katanya Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Herlina Kartika Dewi