JAKARTA. Direktorat Jenderal (Ditjen) punya pekerjaan rumah besar untuk menyosialisasikan kebijakan pemberian fasilitas perpajakan yang beken disosialisasikan dengan nama sunset policy. Tak pelak kebijakan ini, malah melahirkan kekhawatiran sejumlah wajib pajak (WP) bila memanfaatkan kebijakan penghapusan sanksi administrasi perpajakan berupa bunga sesuai Undang-Undang Nomor 28/2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) di kemudian hari bakal dirongrong oleh aparat pajak. "WP khawatir, kalau membetulkan surat pemberitahuan pajak (SPT) nantinya malah diungkit-ungkit. Karena itu seharusnya ada penegasan lagi oleh Ditjen Pajak," harap Pengamat Pajak Hendra Wijaya, Jumat (22/8).Seperti diketahui, fasilitas dari sunset policy baru bisa dimanfaatkan bila WP yang belum memiliki nomor pokok wajib pajak (NPWP) dengan inisiatif sendiri membuat NPWP dan WP yang sudah memiliki NPWP dan atas inisiatif sendiri juga membetulkan sendiri SPT. Nah, bagi mereka inilah pemerintah bakal memberikan insentif pembebasan denda administrasi perpajakan sampai pemeriksaan. Hendra mengatakan, Ditjen Pajak seharusnya memberikan penjelasan yang menyeluruh tentang teknis pemberian fasilitas tersebut. Khususnya yang terkait dengan pemanfaatan data dan keterangan yang disampaikan WP dalam SPT. "Mereka takut, kalau data yang disampaikan itu nanti digunakan sebagai data baru (novum) dalam pemeriksaan," imbuhnya. Ketua Komite Tetap Pajak Kadin Indonesia Prijohandoyo mengatakan, adanya kekhawatiran sejumlah kalangan yang disampaikan pengamat pajak tersebut karena masih cukup terbatasnya kemampuan aparat pajak khususnya di daerah untuk menjelaskan kebijakan fasilitas pajak tersebut. Aparat pajak hanya menjelaskan kalau sunset policy hanya berupa pembebasan saksi administratif saja. "Padahal kan ada juga fasilitas berupa pembebasan pemeriksaan bila menyerahkan data dan keterangan lewat SPT dalam jangka waktu yang ditentukan," tambah Hendra.Prijohandoyo menilai, aturan main mengenai pelaksanaan kebijakan sunset policy sudah lebih dari cukup. Yakni, peraturan menteri keuangan (PMK) Nomor 66/2008 tanggal 29 April tentang pelaksanaan teknis sunset policy yang kemudian disusul dengan penerbitan sejumlah peraturan direktur jenderal pajak hingga menerbitkan surat edaran Dirjen pajak Nomor 34/2008 tentang penegasan pelaksanaan Pasal 37A UU KUP. "Isi peraturan-peraturan inilah yang harusnya disampaikan dengan baik kepada masyarakat secara gencar," imbuhnya.
Minim Sosialisasi Bikin Keder Wajib Pajak
JAKARTA. Direktorat Jenderal (Ditjen) punya pekerjaan rumah besar untuk menyosialisasikan kebijakan pemberian fasilitas perpajakan yang beken disosialisasikan dengan nama sunset policy. Tak pelak kebijakan ini, malah melahirkan kekhawatiran sejumlah wajib pajak (WP) bila memanfaatkan kebijakan penghapusan sanksi administrasi perpajakan berupa bunga sesuai Undang-Undang Nomor 28/2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) di kemudian hari bakal dirongrong oleh aparat pajak. "WP khawatir, kalau membetulkan surat pemberitahuan pajak (SPT) nantinya malah diungkit-ungkit. Karena itu seharusnya ada penegasan lagi oleh Ditjen Pajak," harap Pengamat Pajak Hendra Wijaya, Jumat (22/8).Seperti diketahui, fasilitas dari sunset policy baru bisa dimanfaatkan bila WP yang belum memiliki nomor pokok wajib pajak (NPWP) dengan inisiatif sendiri membuat NPWP dan WP yang sudah memiliki NPWP dan atas inisiatif sendiri juga membetulkan sendiri SPT. Nah, bagi mereka inilah pemerintah bakal memberikan insentif pembebasan denda administrasi perpajakan sampai pemeriksaan. Hendra mengatakan, Ditjen Pajak seharusnya memberikan penjelasan yang menyeluruh tentang teknis pemberian fasilitas tersebut. Khususnya yang terkait dengan pemanfaatan data dan keterangan yang disampaikan WP dalam SPT. "Mereka takut, kalau data yang disampaikan itu nanti digunakan sebagai data baru (novum) dalam pemeriksaan," imbuhnya. Ketua Komite Tetap Pajak Kadin Indonesia Prijohandoyo mengatakan, adanya kekhawatiran sejumlah kalangan yang disampaikan pengamat pajak tersebut karena masih cukup terbatasnya kemampuan aparat pajak khususnya di daerah untuk menjelaskan kebijakan fasilitas pajak tersebut. Aparat pajak hanya menjelaskan kalau sunset policy hanya berupa pembebasan saksi administratif saja. "Padahal kan ada juga fasilitas berupa pembebasan pemeriksaan bila menyerahkan data dan keterangan lewat SPT dalam jangka waktu yang ditentukan," tambah Hendra.Prijohandoyo menilai, aturan main mengenai pelaksanaan kebijakan sunset policy sudah lebih dari cukup. Yakni, peraturan menteri keuangan (PMK) Nomor 66/2008 tanggal 29 April tentang pelaksanaan teknis sunset policy yang kemudian disusul dengan penerbitan sejumlah peraturan direktur jenderal pajak hingga menerbitkan surat edaran Dirjen pajak Nomor 34/2008 tentang penegasan pelaksanaan Pasal 37A UU KUP. "Isi peraturan-peraturan inilah yang harusnya disampaikan dengan baik kepada masyarakat secara gencar," imbuhnya.