JAKARTA. Bursa Efek Indonesia (BEI) sedang mengutak-atik strategi baru guna meningkatkan likuiditas perdagangan saham. Hoesen, Direktur Penilaian BEI menuturkan, pihaknya bersama Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tengah membahas peraturan baru mengenai jumlah minimum saham yang beredar di publik (public float). Usulan BEI ada dua. Pertama, perusahaan yang hendak melantai di BEI wajib menawarkan 20% saham ke publik pada saat penawaran perdana atau initial public offering (IPO). "Kedua, kalau sudah tercatat di bursa, public float diwajibkan 15%," jelas Hoesen, Rabu (19/6). Selain demi meningkatkan likuiditas, usulan ini juga bertujuan untuk memperluas jangkauan investor ritel. Selama ini, banyak emiten berkinerja bagus tapi jumlah saham yang beredar sedikit. Imbasnya, banyak investor yang tak bisa memiliki saham itu.
Ambil contoh, saham PT HM Sampoerna Tbk (HMSP). Kinerja produsen rokok terbesar ini bagus. Pada kuartal I-2013, HMSP meraup laba bersih Rp 2,61 triliun, naik 5% dari periode saham tahun lalu. Tidak hanya itu, kapitalisasi pasar HMSP termasuk paling besar yakni senilai Rp 361,6 triliun, per Rabu (19/6). Sayang, perdagangan saham HMSP jauh dari likuid karena jumlah saham yang beredar hanya 2,05%, sedangkan 97,95% saham HMSP dikuasai PT Philip Morris Indonesia.