KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah merancang kebijakan pemenuhan cadangan energi nasional melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 96 Tahun 2024 tentang Cadangan Penyangga Energi (CPE) yang diteken Presiden Joko Widodo pada 2 September 2024. Payung hukum cadangan penyangga energi ini demi memastikan pasokan energi bisa memadai sesuai kebutuhan nasional. Utamanya untuk energi bensin (gasoline), liquefied petroleum gas (elpiji) serta minyak bumi untuk keperluan operasi kilang minyak. Harapannya, cadangan penyangga energi ini bisa memenuhi kebutuhan energi nasional hingga 30 hari ke depan. Dalam beleid baru itu, pemerintah menghitung cadangan energi secara nasional. Perinciannya, kebutuhan bensin atau gasoline mencapai 9,64 juta barel, kemudian elpiji 525.780 metrik ton dan minyak bumi sebanyak 10,17 juta barel (lihat tabel).
Untuk memenuhi cadangan energi itu, pemerintah bisa memperolehnya dari pasokan di dalam negeri maupun impor. Kelak, cadangan energi ini disimpan dalam dalam kilang atau tempat penyimpanan yang ada. Untuk mengelola cadangan penyangga energi, pemerintah bisa menunjuk badan usaha milik negara (BUMN) di sektor energi, misalnya Pertamina. Namun tak menutup kemungkinan badan usaha lain yang sah bisa mengelola cadangan penyangga energi tersebut.
Baca Juga: Perpres Sudah Terbit, Pengelolaan Cadangan Penyangga Energi Kini Jadi Lebih Jelas Ihwal pembiayaan pengadaan cadangan penyangga energi, pemerintah akan mengambilnya dari anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN). Sumber pendanaan juga bisa berasal dari anggaran lain yang sah sesuai undang-undang. Kementerian Energi dan Sumber Daya Alam (ESDM), merujuk pemberitaan sebelumnya, bakal mengalokasikan dana antara Rp 64 triliun sampai Rp 69 triliun hingga tahun 2035 secara bertahap untuk ketahanan energi. Alokasi anggaran itu diharapkan cadangan energi nasional bisa terjaga hingga 30 hari ke depan. Cadangan energi ini penting lantaran cadangan penyangga energi untuk menjamin ketahanan energi nasional. Cadangan ini bisa digunakan jika negara mengalami krisis energi atau darurat energi. VP Corporate Communication Pertamina Fadjar Djoko Santoso mengatakan, Pertamina siap mendukung pemerintah dalam implementasi cadangan penyangga energi. Secara internal Pertamina pun sudah melakukan sistem inventory untuk menjamin ketahanan energi. "Dengan adanya Perpres cadangan penyangga energi ini akan menjadi payung hukum sebagai penguat untuk BUMN seperti Pertamina dalam menjamin operasionalnya dalam upaya ketahanan energi nasional," kata Fadjar kepada Kontan, Rabu (4/9). Fadjar menuturkan, stok energi saat ini masih sangat aman. Perinciannya, stok BBM dan LPG per 3 September antara lain: Pertalite 17 hari, Solar 20 hari, Pertamax 33 hari, Avtur 30 hari, Pertamina Dex 35 hari, Pertamax Turbo 50 hari, LPG 13 hari. Menurut Fadjar, manfaat cadangan penyangga energi dari sisi Pertamina agar ada jaminan pasoan energi dan tidak ada kelangkaan energi. Sekjen Dewan Energi Nasional (DEN) Djoko Siswanto menyebutkan, alokasi pendanaan untuk pengelolaan cadangan penyangga energi akan disesuaikan dengan kemampuan anggaran negara dengan kebutuhan berkisar Rp 70 triliun sampai dengan 2035. "Kurang lebih Rp 70 triliun sampai 2035," ujar Djoko kepada Kontan, Rabu (4/9). Anggota Komite Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) Saleh Abdurrahman menyambut baik terbitnya Perpres cadangan penyangga energi yang sudah lama disiapkan.
Baca Juga: Antisipasi Krisis, Pemerintah Tetapkan 3 Jenis Cadangan Penyangga Energi Keberadaan cadangan penyangga energi akan meningkatkan ketahanan energi nasional, mengurangi sensitifitas terhadap disrupsi pasokan yang berasal dari impor sehingga aktifitas ekonomi tetap berjalan karena pasokan BBM atau LPG cukup. "Cadangan penyangga energi dapat menstabilkan arus supply demand domestik, kalau harga domestik ikut formula (misal gasoline) domestik," jelasnya kepada Kontan, Rabu (4/9). Pengamat bidang ekonomi energi ReforMiner Insitute Dr.Komaidi Notonegoro menilai manfaat cadangan penyangga energi untuk masyarakat adanya jaminan pasokan yang lebih baik dan stabilitas harga bisa lebih terukur. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Khomarul Hidayat