Minta blokir ekspor vaksin Covid-19 dibuka, Uni Eropa tolak pelonggaran hak paten



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Upaya Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden memperluas vaksin Covid-19 secara global melalui pelonggaran hak paten mendapat penolakan. 

Para pemimpin dari 27 negara di Uni Eropa (UE) pada hari Jumat (7/5) memilih menolak proposal itu dengan alasan kunci mengakhiri pandemi berada pada membuat dan membagikan vaksin lebih cepat.

Presiden Prancis Emmanuel Macron mengatakan, masalah berbagi paten vaksin Covid-19 bukanlah masalah krusial untuk saat ini. Ia menyoroti, langkah Inggris dan AS yang memblokir ekspor vaksin dan bahan-bahannya ke negara lainnya lebih penting.


"Apa masalah saat ini? Ini sebenarnya bukan tentang kekayaan intelektual. Bisakah Anda memberikan kekayaan intelektual kepada laboratorium yang tidak tahu cara memproduksi dan tidak akan berproduksi besok?" ujar Macron. 

Lebih lanjut, dia menilai saat ini masalah utama dalam mengatasi pandemi ada pada solidaritas pendistribusian vaksin itu sendiri. Macron menyatakan, Prancis dan Jerman memiliki suara yang sama dalam menentang pelonggaran hak paten itu. 

UE sendiri merupakan salah satu produsen vaksin terbesar di dunia. Kawasan itu juga tercatat sebagai pengekspor utama dengan 200 juta dosis sudah dikirim ke luar blok tersebut. 

Namun, AS dan Inggris, belum mengekspor satu pun vaksin yang mereka buat ke UE. Macron mengecam kedua negara itu dan mendesak agar vaksin dan bahan yang telah diproduksi bisa beredar ke seluruh dunia. 

Presiden Uni Eropa Ursula von der Leyen mengemukakan hal serupa. Ia bilang, pada konferensi pers setelah hari pertama KTT di Porto, Portugis bahwa UE harus terbuka untuk diskusi tentang paten tetapi berbagi teknologi bukanlah solusi cepat untuk mengatasi pandemi saat ini.

Baca Juga: Bukan cuma makanan, konser musik ternyata bisa delivery. Di AS budgetnya 70 juta

"Dalam jangka pendek dan menengah, pengabaian hak paten tidak akan menyelesaikan masalah. Lantaran tidak akan membawa satu dosis vaksin dalam jangka pendek dan menengah," jelas dia dalam konferensi pers.

Sebelumnya, Biden pada hari Rabu (5/5) telah mendukung seruan dari India dan Afrika Selatan untuk mengesampingkan perlindungan paten terhadap vaksin Covid-19. Langkah itu diambil guna menanggapi tekanan dari anggota parlemen Demokrat dan lebih dari 100 negara lain, tetapi membuat marah perusahaan farmasi.

Beberapa pejabat UE berpendapat bahwa perlu dua tahun untuk menyetujui keringanan hak paten di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Lamanya proses waktu itu, kemungkinan besar membuatnya tidak relevan dengan pandemi saat ini.

Perusahaan obat asal AS Moderna melepaskan hak paten pada bulan Oktober untuk vaksinnya, yang menggunakan teknologi mRNA terbaru. Namun, belum ada perusahaan lain yang mengumumkan bahwa mereka akan mencoba untuk meniru dosis dari vaksin milik Moderna tersebut.

Sementara itu, pejabat UE bilang Jerman, rumah bagi BioNTech yang memiliki paten pada vaksin mRNA lain yang dikembangkan bersama dengan Pfizer dari AS menentang keringanan hak patet itu. Sementara Italia mendukungnya. 

Industri farmasi berpendapat bahwa pendekatan yang paling tepat adalah mengatasi kemacetan produksi yang ada dengan menjual atau menyumbangkan vaksin ke negara-negara di seluruh dunia. Beberapa negara dan institusi UE memiliki pandangan yang sama.

"Tidak akan ada yang aman sampai kita semua aman. Jika vaksinasi hanya dilakukan di negara maju, kemenangan atas Covid-19 hanya akan berumur pendek. Kita melihat betapa cepatnya virus bermutasi, menciptakan varian baru yang mensyaratkan baru. tantangan," kata para pemimpin dari Belgia, Swedia, Prancis, Denmark dan Spanyol dalam surat bersama kepada Komisi.

Mereka menilai vaksin telah menjadi kebijakan keamanan dan UE tidak boleh ketinggalan. Guna mencapai tujuan itu, peningkatan kapasitas produksi Eropa akan menjadi prioritas utama mereka.

Selanjutnya: Sebelum jatuh di Samudera Hindia, puing roket China lewati Semenanjung Arab

Editor: Anna Suci Perwitasari