Minta keringanan, pengusaha tambang lapor ke Hatta



JAKARTA. Kalangan pengusaha terus berusaha untuk meminta keringanan kepada pemerintah agar diberikan kelonggaran dalam mengekspor mineral mentah (ore) setelah 12 Januari 2014. 

Permintaan kelonggaran ekspor mineral mentah itu sudah diajukan resmi oleh Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia. Surat tersebut ditujukan langsung kepada Menteri Koordinator bidang Perekonomian Hatta Rajasa.

Menurut pengusaha, mereka mendukung pelaksanaan pemurnian yang menjadi amanat Undang-Undang (UU) Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba).


Namun, mereka mengaku kesulitan dalam membangun pabrik pengolahan mineral atau smelter dalam waktu relatif singkat.

Kondisi itu ditambah lagi dengan maraknya kegiatan tambang yang tidak sesuai standar teknik pertambangan dan pengelolaan lingkungan yang tepat.  Selain itu, pengusaha menilai fungsi pengawasan, pembinaan, dan penegakan hukum belum efektif f dilakukan.

"Sebenarnya pelarangan ekspor dalam UU Minerba tidak ada, yang ada hanya pengendalian ekspor sehingga ini perlu ada penyamaan pandangan baik antara pemerintah dan DPR," kata Wakil Ketua Umum Kadin bidang Pemberdayaan Daerah dan Bulog, Natsir Mansyur di Jakarta, Kamis (19/12).

Menurut Natsir, pemerintah perlu memberikan insentif bagi pemegang Kontrak Karya (KK) atau Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang serius membangun fasilitas smelter sampai 12 Januari 2017. Insentifnya bisa dalam bentuk izin ekspor bijih mineral.

Natsir mengatakan, jika keringanan tak diberikan pemerintah dan DPR, maka akan ada 800.000 pekerja yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Ia bilang, sekitar 100.000 pekerja di PHK berasal dari PT Freeport Indonesia dan 30.000 pekerja berasal dari PT Newmont Nusa Tenggara (NNT).

"Pemerintah harus siap menerima pekerja yang di PHK, karena pengusaha sudah tidak sanggup lagi," kata Natsir.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Asnil Amri