JAKARTA. Ditjen Bea Cukai akan melakukan ekstensifikasi dengan menambah objek barang kena cukai untuk mengejar target tahun depan. Menurut Direktur Penerimaan Peraturan Kepabeanan dan Cukai, Susiwijono Moegiarso, ada beberapa usulan ulang mengenai daftar yang dikenakan cukai. Beberapa barang yang akan dikenakan cukai antara lain minuman ringan berkarbonasi dan berpemanis (MRKP). Lalu cukai kendaraan bermotor, dan menaikkan cukai minuman beralkohol. Disamping itu Susiwijono juga mengusulkan bea keluar batu bara. "Intensifikasi akan dilakukan dengan cara operasi, audit dan lainnya, sementara ekstensifikasi tahun depan pilihannya perluas barang yang dikenakan cukai," ujarnya. Ditjen Bea Cukai akan kembali mengusulkan cukai untuk MRKP, namun hal ini masih menunggu keputusan dari Kementerian Kesehatan. Ia bilang akhir tahun ini kementerian terkait akan memutuskan rekomendasi usulan Ditjen Bea Cukai. "Kalau kena cukai, bisa dapat Rp 1-2 triliun" tutur Susiwijono.
Disamping itu usulan mengenai pengenaan cukai kendaraan bermotor pun akan dilakukan. Pasalnya, Ditjen Bea Cukai ingin mencoba mengenakan cukai kendaraan bermotor antara lain emisi kendaraan bermotor. "Konsep PPn BM kami alihkan ke cukai kendaraan motor, ini akan dikenakan cukai sintax atau pajak dosa, karena karakteristiknya seperti itu," jelas Susiwijono. Untuk mendongkrak penerimaan negara, cukai terhadap minuman beralkohol juga akan dinaikkan. Susiwijono menjelaskan bahwa akan ada dua rencana untuk pengenaan cukai minuman beralkohol seperti bir. Apalagi dari sisi revenue minuman alkohol itu luar biasa, menurutnya, golongan A seperti bir saja sudah 70% lebih. Diluar pengenaan cukai, akan ada usulan pengenaan bea keluar pada batu bara dan beberapa komoditas lain. Turunnya penerimaan bea keluar tahun ini juga diakibatkan harga CPO yang dibawah US$750 per metrik ton (MT), hal ini membuat bea keluar 0%. "Batu bara lagi kami coba hitung, kalau hitung flat dengan ukuran mineral kemarin, mineral olahan, konsentrat tembaga yang kena 7.5%, kami bisa dapat hampir Rp 25 triliun dalam setahun" tegas Susiwijono.