Penduduk Indonesia lebih mengenal akar wangi sebagai bahan kerajinan tangan. Padahal, keharuman akar wangi yang bisa bertahan hingga setahun juga disuling menjadi minyak akar wangi yang laku di pasar luar negeri.Akar wangi merupakan tanaman rerumputan asli dari India. Di Indonesia, para petani mulai membudidayakan akar wangi ini sejak tahun 1890 silam. Meskipun para petani tersebar di pelbagai daerah, seperti Yogyakarta, Bali, Kalimantan, dan saat ini sedang dikembangkan di Wonosobo, Jawa Tengah, akar wangi tumbuh paling subur di wilayah Garut, Jawa Barat.Bahkan di Garut, akar wangi ditanam di lahan seluas 1.700 hektare. Ahmad Nur Fathorudin, pemilik PT Pulus Wangi Nusantara, mengatakan, pemerintah Garut menargetkan kuota lahan hingga 2.400 hektare untuk penanaman akar wangi. Pengelolaan lahan akar wangi dilakukan oleh kelompok-kelompok taniAkar wangi yang diambil minyaknya berbeda varietas dengan akar wangi yang dipakai untuk kerajinan. Biasanya, akar wangi untuk pembuatan minyak berukuran lebih pendek dan masa tanamnya sekitar 11 bulan hingga 13 bulan sebelum dipanen. Adapun akar wangi untuk kerajinan bisa dipanen pada usia delapan bulan. "Saat ini, sekitar 90% total produksi kami untuk minyak," kata Ahmad.produksi akar wangi untuk kerajinan baru dimulainya sekitar setahun yang lalu. Ahmad bilang, Pulus Wangi bisa memproduksi minyak akar wangi sekitar 300 kilogram per bulan. "Harga rata-rata per kg Rp 1,3 juta," ujar Ahmad. Dengan hitungan itu, omzet pun bisa Rp 390 juta.Pulus Wangi bisa menghasilkan 4 kg hingga 5 kg minyak akar wangi dari 1,5 ton akar wangi kering. Namun, produksi akar wangi ini belum tentu sama tiap bulan. Kadang jumlah akar wangi kering yang sama bisa menghasilkan hingga 11 kilogram atau 2 kg minyak akar wangi. "Produksi rendah kalau akar wanginya belum siap panen tapi sudah dipanen, atau terlalu tua, bisa juga karena varietasnya jelek," imbuh Ahmad. Minyak ini banyak dipakai untuk parfum atau farmasi. Minyak akar wangi juga langsung bisa digunakan sebagai aroma terapi. Selama ini, Ahmad lebih banyak menjual minyak akar wangi ke pasar ekspor. "Sekitar 90% minyak akar wangi kami ekspor," katanya. Saat ini, Pulus Wangi mengekspor minyak akar wangi ke Swiss, Jerman, Prancis, dan Amerika Serikat. Hanya saja, Pulus Wangi tak menjadi eksportir langsung. Mereka lebih banyak menjual ke distributor. Oleh karena itu, mereka mencoba memangkas rantai distribusi yang panjang itu dengan mengekspor langsung. "Ketika mata rantai akar wangi panjang, harga ke kami jadi sangat tidak layak," tutur Ahmad. PT Djasula Wangi pun masuk ke bisnis akar wangi ini. Menurut Santoso Narpati, Kepala Bagian Pemasaran untuk pasar dalam negeri Djasula Wangi, permintaan minyak akar wangi jauh lebih banyak untuk pasar ekspor dibanding pasar lokal. Santoso menyatakan, di Indonesia masih terbatas karena industri tidak banyak menggunakannya. "Di pasar lokal sendiri penjualan hanya sekitar 1%," katanya. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Minyak akar wangi semerbak hingga pasar luar negeri
Penduduk Indonesia lebih mengenal akar wangi sebagai bahan kerajinan tangan. Padahal, keharuman akar wangi yang bisa bertahan hingga setahun juga disuling menjadi minyak akar wangi yang laku di pasar luar negeri.Akar wangi merupakan tanaman rerumputan asli dari India. Di Indonesia, para petani mulai membudidayakan akar wangi ini sejak tahun 1890 silam. Meskipun para petani tersebar di pelbagai daerah, seperti Yogyakarta, Bali, Kalimantan, dan saat ini sedang dikembangkan di Wonosobo, Jawa Tengah, akar wangi tumbuh paling subur di wilayah Garut, Jawa Barat.Bahkan di Garut, akar wangi ditanam di lahan seluas 1.700 hektare. Ahmad Nur Fathorudin, pemilik PT Pulus Wangi Nusantara, mengatakan, pemerintah Garut menargetkan kuota lahan hingga 2.400 hektare untuk penanaman akar wangi. Pengelolaan lahan akar wangi dilakukan oleh kelompok-kelompok taniAkar wangi yang diambil minyaknya berbeda varietas dengan akar wangi yang dipakai untuk kerajinan. Biasanya, akar wangi untuk pembuatan minyak berukuran lebih pendek dan masa tanamnya sekitar 11 bulan hingga 13 bulan sebelum dipanen. Adapun akar wangi untuk kerajinan bisa dipanen pada usia delapan bulan. "Saat ini, sekitar 90% total produksi kami untuk minyak," kata Ahmad.produksi akar wangi untuk kerajinan baru dimulainya sekitar setahun yang lalu. Ahmad bilang, Pulus Wangi bisa memproduksi minyak akar wangi sekitar 300 kilogram per bulan. "Harga rata-rata per kg Rp 1,3 juta," ujar Ahmad. Dengan hitungan itu, omzet pun bisa Rp 390 juta.Pulus Wangi bisa menghasilkan 4 kg hingga 5 kg minyak akar wangi dari 1,5 ton akar wangi kering. Namun, produksi akar wangi ini belum tentu sama tiap bulan. Kadang jumlah akar wangi kering yang sama bisa menghasilkan hingga 11 kilogram atau 2 kg minyak akar wangi. "Produksi rendah kalau akar wanginya belum siap panen tapi sudah dipanen, atau terlalu tua, bisa juga karena varietasnya jelek," imbuh Ahmad. Minyak ini banyak dipakai untuk parfum atau farmasi. Minyak akar wangi juga langsung bisa digunakan sebagai aroma terapi. Selama ini, Ahmad lebih banyak menjual minyak akar wangi ke pasar ekspor. "Sekitar 90% minyak akar wangi kami ekspor," katanya. Saat ini, Pulus Wangi mengekspor minyak akar wangi ke Swiss, Jerman, Prancis, dan Amerika Serikat. Hanya saja, Pulus Wangi tak menjadi eksportir langsung. Mereka lebih banyak menjual ke distributor. Oleh karena itu, mereka mencoba memangkas rantai distribusi yang panjang itu dengan mengekspor langsung. "Ketika mata rantai akar wangi panjang, harga ke kami jadi sangat tidak layak," tutur Ahmad. PT Djasula Wangi pun masuk ke bisnis akar wangi ini. Menurut Santoso Narpati, Kepala Bagian Pemasaran untuk pasar dalam negeri Djasula Wangi, permintaan minyak akar wangi jauh lebih banyak untuk pasar ekspor dibanding pasar lokal. Santoso menyatakan, di Indonesia masih terbatas karena industri tidak banyak menggunakannya. "Di pasar lokal sendiri penjualan hanya sekitar 1%," katanya. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News