Minyak berpeluang ke level US$ 25 per barel



JAKARTA. Membuka awal pekan harga minyak mentah WTI tersungkur ke level terendahnya sejak Mei 2005. Tingginya kekhawatiran pasar merontokkan pergerakan harga minyak.

Mengutip Bloomberg, Senin (18/1) pukul 14.05 WIB harga minyak mentah WTI menukik 1,69% ke level US$ 28,92 per barel dibanding hari sebelumnya. Dalam sepekan terakhir saja harga minyak WTI sudah terpuruk 7,92%.

Berdasarkan pemaparan Nanang Wahyudin, Analis PT Finex Berjangka tekanan terbesar datang dari antisipasi pasar akan rilis data pertumbuhan ekonomi China kuartal empat 2015 lalu. Diprediksi GDP China kuartal empat masih stagnan di level 6,9%.


“Artinya masih di bawah target People's Bank of China (PBOC) yang berada di level 7,0% untuk 2015 lalu,” kata Nanang. Dengan indikasi itu, pasar pun menduga permintaan komoditas termasuk minyak masih akan kering dari Negeri Tirai Bambu.

Di saat permintaan disinyalir terus mengempis, pasokan justru siap ditumpahi pasokan yang tinggi. Hal ini setelah sanksi Iran resmi dicabut. “Artinya segera dalam enam bulan ke depan paling tidak produksi minyak Iran sekitar 500.000 barel per hari akan masuk ke pasar global,” tutur Nanang.

Estimasi 12 analis dan ekonom Bloomberg, produksi Iran akan mencapai 100.000 barel per hari untuk sebulan pertama setelah sanksi dicabut. Lalu pada bulan ke dua hingga ke enam akan ditambah 400.000 barel per hari lagi. “Sementara USD masih melambung tinggi,” tambah Nanang.

Ini semakin mempersempit harapan adanya perbaikan permintaan dari konsumen. Pasalnya di tengah gejolak ekonomi yang melanda, tingginya USD akan memberatkan.

Dugaan Nanang, tren bearish harga minyak masih akan terus berlangsung. Paling tidak sampai OPEC atau produsen besar lainnya seperti Amerika Serikat dan Rusia memutuskan untuk memangkas produksinya. “Arah penurunan harga minyak bisa ke level US$ 25 per barel untuk jangka pendek ini,” tebak Nanang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto