JAKARTA. Harga minyak bumi kembali melemah. Setelah mengalami rally dalam dua hari terakhir di akhir pekan lalu hingga mencapai US$ 87,22 per barel, harga minyak WTI untuk pengiriman Agustus 2012 langsung melorot di level US$ 84,45 per barel, Jumat (6/7). Para analis menduga, selain aksi ambil untung alias profit taking, masih tingginya kekhawatiran pasar terhadap kondisi perekonomian Eropa dan China menjadi penyebabnya. Pekan lalu, European Central Bank (ECB) dan otoritas moneter China memangkas suku bunga untuk memberi stimulus pada perekonomian masing-masing negara. Analis Monex Investindo Futures Zulfirman Basir mengatakan, sentimen negatif dari China membuat harga minyak mentah terpuruk. Menteri Perdagangan China Chen Deming sebelumnya mengatakan, pertumbuhan ekonomi China tidak mungkin mencapai target tahun ini. Kamis pekan lalu, China kembali memangkas suku bunga dari 6,31% menjadi 6%. Belum ada sebulan lalu, bank sentral ini memangkas suku bunga.
Stimulus bank sentral pada pekan lalu berhasil menghentikan rally harga minyak. Namun, pasar tetap mengantisipasi jangan sampai terjadi penurunan tajam. "Embargo minyak Iran seharusnya bisa mengangkat harga minyak. Namun, pasar memang masih cemas mengenai data perekonomian di China," ungkap Zulfirman. Berpotensi menguat Perekonomian yang melemah seperti sekarang memaksa Dana Moneter Internasional (IMF) memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi global di 2012. Ini lantaran, realitas lemahnya investasi, lapangan kerja, dan data manufaktur di Eropa, Amerika Serikat (AS), Brasil, India, dan China. April lalu, IMF memperkirakan, ekonomi global akan tumbuh 3,5%. IMF akan merilis proyeksi baru pada 16 Juli nanti. "Harga minyak turun hingga US$ 20 per barel hanya dalam beberapa bulan terakhir," ujar James William, President of Energy Research di WTRG Economics London. Meski sentimen global masih buruk, Head of Analyst Askap Futures, Suluh Adil Wicaksono, memprediksi, harga minyak pada pekan ini akan cenderung menguat.