Minyak di Asia lampaui US$ 100 sebarel, OPEC hadapi tekanan



NEW YORK. OPEC menghadapi tekanan supaya menambah produksi seiring harga minyak di Asia dan Afrika melampaui US$ 100 per barel untuk pertama kali dalam dua tahun terakhir.Jenis Bonny Light Nigeria, sebagai patokan harga minyak Afrika Barat, naik menjadi US$ 100,12 per barel pada 17 Januari, ini untuk pertama kalinya sejak Oktober 2008 harganya melewati US$ 100 per barel. Sementara, minyak jenis Tapis Malaysia juga mencapai US$ 104,36 sebarel pada pekan lalu.Pada 18 Januari lalu, International Energy Agency (IEA) menyebut, harga minyak di tiga digit berisiko merusak pemulihan ekonomi. Itu mengindikasikan organisasi negara pengekspor minyak (OPEC) harus meningkatkan produksinya.

Namun, OPEC menanggapinya dengan mengatakan pasokan global cukup untuk memenuhi permintaan, dan baru akan meninjau ulang kuota produksi pada Juni nanti.

Sekretaris Jenderal OPEC Abdalla El-Badri mengatakan, asumsi yang menyebut ada pengetatan suplai di pasar itu tidak benar. "Pada kenyataannya, stok tetap jauh di atas rata-rata lima tahun, ada lebih dari cukup minyak di pasar," ujarnya.Tapi, Kepala penelitian minyak pada JP Morgan Chase & Co., Lawrence Eagles menegaskan, dengan beberapa jenis minyak di Asia melebihi US$ 100 per barel, risiko akibat keputusan OPEC semakin tinggi.


"Produsen serta konsumen minyak bisa kesulitan jika harganya tetap di sekitar US$ 95 hingga US$ 100 per barel," kata IEA.

Editor: Dupla Kartini