Minyak kedelai langka, CPO kembali dilirik



JAKARTA. Harga crude palm oil (CPO) di pasar dunia belum menunjukkan pergerakan harga signifikan. Namun begitu, ada tren harga CPO akan menggeliat seiring dengan potensi kenaikan permintaan CPO di pasar ekspor.

Menurut Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), kenaikan permintaan CPO di pasar dunia dipicu oleh kelangkaan minyak nabati dari sumber lainnya seperti kedelai. Alhasil, CPO menjadi minyak substitusi yang kini banyak diburu importir minyak nabati dunia.

Fadhil Hasan, Direktur Eksekutif GAPKI dalam pernyataannya hari ini (19/6) bilang, kenaikan permintaan ekspor CPO sudah terlihat di bulan Mei, dimana kinerja ekspor CPO dan turunan naik menjadi 1,82 juta ton, atau naik 21.55% dibandingkan volume ekspor bulan lalu sebesar 1,49 juta ton.


Menurut Fadhil, kenaikan volume ekspor CPO dan turunannya disebabkan langkanya persediaan minyak kedelai dunia, akibat cuaca buruk di Amerika Serikat dan Amerika Selatan, khususnya Argentina yang memiliki curah hujan yang berlebihan sehingga mengganggu kondisi panen.

Sementara itu, kekeringan yang melanda Brazil dan Paraguay selaku negara penghasil kedelai juga mengakibatkan penurunan produksi minyak nabati. Tak hanya itu, permintaan pasar untuk CPO mulai naik seiring dengan masuknya bulan Ramadan yang membantu kenaikan permintaan CPO.

Bulan Mei tercatat, ekspor CPO dan turunannya naik untuk semua tujuan ekspor. Permintaan India tercatat 590,52 ribu ton atau naik 8,17% dibandingkan bulan lalu sebesar 545,95 ribu ton. China mengimpor 187,72 ribu ton, naik 14,14% dibandingkan bulan lalu sebesar 164,46 ribu ton.

Kenaikan ekspor cukup signifikan ke Amerika Serikat (AS) dan Bangladesh. Permintaan AS naik 266% dari 9,7 ribu ton di April menjadi 35,5 ribu ton di Mei 2013. Meningkatnya angka impor AS dipicu kelangkaan kedelai sebagai sumber minyak nabati utama dan biofuel negara Paman Sam tersebut.

Menjelang Ramadan, negara berbasis muslim juga mulai menaikkan permintaan CPO dan turunannya. Hal ini ditunjukkan mulai naiknya permintaan dari Pakistan dan Bangladesh. April lalu permintaan dari Pakistan turun tajam hanya 6.900 ton dibandingkan permintaan Maret sebesar 81.500 ton.

Pada bulan Mei, permintaan mulai naik mencapai 17.250 ton atau sekitar 150%. Sementara itu volume ekspor ke Bangladesh naik dari 71.000 ton di April menjadi 73.250 ton pada Mei.

Pasar CPO diprediksi akan menggeliat sepanjang bulan Juni dan Juli. Pada sisi pasokan, stok CPO Indonesia dan Malaysia diperkirakan menjadi andalan karena produksi minyak nabati lainnya cenderung turun.

Sementara itu, dari sisi harga rata-rata CPO di bulan Mei sampai pertengahan Juni ada di posisi US$ 828 - US$ 865 per ton. Harga CPO tersebut cenderung naik, tapi tidak signifikan jika dibandingkan bulan-bulan sebelumnya.

GAPKI memperkirakan, harga CPO bulan Juni akan bergerak naik di kisaran harga US$ 840- US$ 870 per ton. Harga CPO Rotterdam diperkirakan berada pada rata-rata sekitar US$ 835 per ton dan Harga Patokan Ekspor (HPE) sekitar US$ 764 per ton dengan Bea Keluar (BK) ekspor sebesar 9%.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Asnil Amri