Minyak mentah tetap dibayangi sentimen negatif



JAKARTA. Meski berhasil menunjukkan trend penguatan selama sepekan kemarin, minyak mentah sejatinya masih berada dalam trend bearish. Para analis masih melihat adanya sentimen negatif yang membayangi pergerakan harga. Nizar Hilmy, Analis PT SoeGee Futures mengatakan produksi minyak mentah dunia yang masih tinggi dikhawatirkan akan mengganjal penguatan. Beberapa negara penghasil minyak mencatatkan peningkatan produksi selama bulan Juni lalu. Libya memproduksi 127.000 barel per hari. Nigeria memproduksi 96.700 barel per hari. Sedangkan pasokan minyak Arab Saudi naik 13,7 persen menjadi 3,48 juta ton atau 849.772 bph. "Untuk jangka panjang harga minyak sangat bergantung pada OPEC. Apakah akan memangkas lebih banyak lagi atau bagaimana," ujarnya, akhir pekan ini. Hingga saat ini OPEC masih belum mengambil keputusan untuk mengubah keputusan pemangkasan produksi yang disepakati. Sampai bulan Maret 2018, OPEC telah berkomitmen untuk menekan produksi sekitar 1,2 juta barel per hari. Ia menebak untuk Senin (17/7) minyak mentah akan bergerak pada kisaran US$ 45 - US$ 47 per barel. Sedangkan untuk sepekan akan berada pada rentang US$ 45 - US$ 48 per barel. Sementara Deddy Yusuf Siregar, analis PT Asia Tradepoin Futures menyebut untuk jangka panjang minyak masih berada dalam trend bearish. Dalam perhitungannya karena pada akhir pekan kemarin minyak mentah tak mampu melampaui level US$ 46 per barel, bisa jadi selanjutnya harga akan mengalami koreksi.

Pada Senin (17/7) ia memprediksi minyak akan bergerak pada US$ 46,66 - US$ 45,70 per barel dan sepekan sekitar US$ 46,50 - US$ 47,20 per barel. Kemudian secara teknikal menurut Deddy saat ini harga bergerak dibawah garis moving average (MA) 50, MA 100 dan MA 200 yang mengindikasikan potensi pelemahan.

Sinyal koreksi juga diperlihatkan dari posisi indikator stochastic yang sudah berada di area overbought dan moving average convergence divergence (MACD) di area negatif. Satu-satunya potensi penguatan hanya ditunjukkan dari indikator relatif strenght index (RSI) yang bergerak di level 53.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Hendra Gunawan