Minyak meroket, laba emiten perkebunan ikut naik



JAKARTA. Harga minyak dunia yang meroket serta kemerosotan nilai tukar dollar Amerika Serikat (AS) mendorong kenaikan harga berbagai komoditas terus berlanjut. Beberapa komoditas terus mencetak rekor harga baru.

Emiten yang terkait dengan komoditas tentu menangguk untung dari fenomena ini "Emiten perkebunan merupakan emiten komoditas yang paling bisa menikmati kenaikan harga," kata Kepala Riset Universal Broker Indonesia Satrio Utomo, Minggu (1/5).

Kendati harga bahan bakar minyak (BBM) terus naik, biaya produksi emiten perkebunan tidak membengkak di luar kendali. Beda dengan emiten pertambangan yang biaya produksinya naik tinggi ketika harga BBM naik. Satrio menilai kinerja emiten perkebunan juga cukup baik. Faktor yang mendorong kinerja emiten sektor perkebunan adalah kenaikan volume produksi dan kenaikan average selling price (ASP).


Memang, emiten perkebunan diperkirakan akan sulit menaikkan produksi secara signifikan karena cuaca buruk. Meski demikian, kenaikan harga jual minyak sawit mentah alias crude palm oil (CPO) bisa menutupi potensi pendapatan yang hilang tadi. "Pergerakan harga CPO cenderung naik, walau tak setinggi minyak," imbuh Satrio.

Berdasarkan data Oil World, tahun lalu produksi CPO dunia hanya naik 1% menjadi 45 juta ton. Para analis memprediksi pertumbuhan produksi CPO tahun ini hanya 1%. Pasokan bahan baku yang terbatas menjadi penyebab.

Berdasarkan kinerja masing-masing, Satrio berpendapat emiten perkebunan yang sahamnya paling menarik dikoleksi adalah PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI) dan PT PP London Sumatera Indonesia Tbk (LSIP). Kinerja dua emiten ini bahkan mengungguli kinerja rata-rata emiten perkebunan lain.

AALI berhasil membukukan pendapatan Rp 8,84 triliun dengan laba bersih Rp 2,02 triliun di 2010. Adapun LSIP mencatat pendapatan Rp 3,59 triliun dengan laba bersih sebesar Rp 1,03 triliun. Satrio juga menuturkan PT Sampoerna Agro Tbk (SGRO) mampu mencetak laba bersih jauh melebihi prediksi analis. "Tapi kapitalisasi pasarnya tak besar," tutur Satrio.

Tumbuh pesat

Kinerja perusahaan perkebunan tetap kinclong di kuartal pertama 2011. Padahal pelaku bisnis di sektor ini masih menghadapi ancaman cuaca yang tidak menentu.

AALI berhasil meraup penjualan Rp 2,76 triliun di kuartal satu 2011. Angka ini lebih tinggi 69,2% dibanding penjualan di periode yang sama tahun lalu. "Tapi, kinerja AALI yang baik lebih didorong peningkatan harga CPO ketimbang peningkatan volume penjualan," tulis Christine Salime, analis Samuel Sekuritas dalam risetnya.

Emiten perkebunan lain yang mencatat pertumbuhan kinerja signifikan adalah PT BW Plantation Tbk (BWPT). Laba bersih BWPT sepanjang kuartal satu naik 68% menjadi Rp 154,1 miliar. Meski begitu analis OSK Nusadana Securities Indonesia Yunev Trenseno menghitung BWPT bisa mencetak laba lebih tinggi jika inventory level emiten ini tidak setinggi saat ini. Inventory level BWPT mencapai 8.000 ton CPO.

Di lahan lain, tahun ini SGRO berencana melakukan ekspansi lahan nukleus seluas 7.000 hektare (ha). Analis Ciptadana Securities Fadhil Kencana mencatat belanja modal SGRO tahun ini mencapai Rp 1,1 triliun. "Manajemen akan membutuhkan pinjaman dana eksternal, tapi itu tidak menjadi masalah mengingat posisi kas mereka yang kuat," tulis Fadhil dalam risetnya.

Selain mereka, para analis juga mencatat LSIP memiliki kinerja pertumbuhan yang bagus. Sejak diambil alih oleh PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF), porsi penjualan lokal LSIP meningkat signifikan selama empat tahun tarakhir. Pertumbuhannya rata-rata 2-% per tahun. Sekitar 85,3% produksi LSIP saat ini terjual di pasar lokal, di mana 56,9% mengalir ke grup sendiri, INDF.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dupla Kartini