Minyak Naik 3 Hari Beruntun Karena Badai Menghantam produksi Teluk Meksiko AS



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga minyak menguat dalam tiga hari beruntun dari level terendah dalam tiga tahun terakhir. Produsen menilai dampak pada produksi di Teluk Meksiko Amerika Serikat (AS) setelah Badai Francine menerjang wilayah produksi minyak lepas pantai sebelum diturunkan statusnya menjadi badai tropis.

Lebih dari 730.000 barel per hari, atau hampir 42%, dari produksi minyak Teluk Meksiko terganggu karena badai Francine pada hari Kamis, kata Biro Keselamatan dan Penegakan Lingkungan AS.

Jumat (13/9) pukul 6.47 WIB, harga minyak West Texas Intermediate (WTI) naik 0,46% ke US$ 69,29 per barel. Kemarin, harga minyak WTI melesat 2,5%. Harga minyak mentah berjangka Brent naik 1,9% menjadi US$ 71,97 per barel.


Dalam tiga hari perdagangan, harga minyak WTI mengakumulasikan kenaikan 5,38%. Sedangkan harga minyak Brent menguat total 4,02% dalam dua hingga Kamis (12/9).

Baca Juga: IEA: Proyeksi Pertumbuhan Permintaan Minyak Global Sebesar 900.000 bph

Perusahaan-perusahaan minyak mengevakuasi anjungan lepas pantai karena Francine. Gangguan tersebut diperkirakan akan mengurangi produksi bulan ini dari Teluk Meksiko sekitar 50.000 barel per hari, kata analis UBS.

Namun, beberapa analis memperingatkan bahwa dampak Badai Francine bisa berlangsung singkat, karena intensitasnya cepat berkurang setelah menerjang Louisiana pada Rabu malam. "Hal itu dapat mengalihkan perhatian pasar minyak kembali ke kurangnya permintaan global," kata Alex Hodes, seorang analis di StoneX, kepada klien dalam sebuah catatan yang dikutip Reuters.

Pelabuhan ekspor minyak dan bahan bakar dari selatan ke Texas tengah telah dibuka kembali pada hari Kamis dan kilang-kilang minyak juga mulai beroperasi.

Kekhawatiran tentang lemahnya permintaan minyak global, terutama dari importir utama China, telah membebani harga minyak dalam beberapa bulan terakhir. Harga minyak mentah Brent berjangka ditutup mendekati level terendah dalam tiga tahun pada hari Selasa setelah kelompok produsen OPEC+ memangkas perkiraan pertumbuhan permintaan tahunannya untuk bulan kedua berturut-turut.

Badan Energi Internasional atau International Energy Agency (IEA) pada hari Kamis menurunkan perkiraan pertumbuhan permintaannya untuk tahun 2024 lebih dari 7% menjadi 900.000 barel per hari. Pemangkasan ini berdasarkan permintaan yang lemah di China dan pertumbuhan yang lemah di kawasan lain.

Baca Juga: Harga Avtur Disebut Paling Mahal di Asia Tenggara, Ini Penjelasan Menteri ESDM

AS, konsumen minyak terbesar, juga menunjukkan tanda-tanda permintaan yang lemah. Stok minyak di negara itu naik minggu lalu karena impor minyak mentah meningkat, ekspor menurun dan permintaan bahan bakar merosot, menurut data dari Badan Informasi Energi (EIA) pada hari Rabu.

Harga bensin AS cenderung mendekati level terendah dalam tiga tahun karena permintaan yang lemah dan pasokan yang melimpah, kata para analis. Konsumsi bensin AS mewakili hampir 9% dari permintaan minyak global.

Pelaku pasar juga mengikuti dengan saksama krisis selama seminggu atas kendali bank sentral Libya, yang telah menyebabkan penurunan produksi dan ekspor minyak dari negara itu. Kesepakatan awal dicapai minggu lalu untuk menyelesaikan krisis, tetapi situasinya masih belum jelas.

Analis di FGE mengatakan produksi minyak mentah di Libya mulai pulih dan pemuatan ekspor kembali dilanjutkan, tetapi memperingatkan bahwa pemulihan penuh masih belum pasti.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati