Minyak US$ 49, Harga Solar Layak Turun



JAKARTA. Tanggal 1 Desember 2008 tinggal beberapa hari lagi. Pada hari itulah penurunan harga premium bersubsidi sebesar Rp 500 atau menjadi seharga Rp 5.500 per liter mulai berlaku. Penurunan harga sebesar itu sepertinya sudah harga mati.

Padahal, harga minyak Indonesia atau Indonesia crude price (ICP) terus terjun bebas sejalan dengan penurunan harga minyak dunia. Hingga Kamis (27/11) kemarin, harga minyak dunia mencapai US$ 54,2 per barel, sementara ICP, berdasarkan data dari Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, (ESDM) telah mencapai US$ 49,55 per barel.

Dengan harga ICP segitu, seharusnya tidak cuma harga premium bersubsidi yang bisa turun lagi, namun harga solar bersubsidi juga bisa lebih rendah dari harga Rp 5.500 seperti yang berlaku sekarang.


"Seharusnya harga solar bersubsidi ikut turun mulai 1 Desember," kata pengamat minyak Kurtubi, Kamis (27/11). Dia menilai harga solar bersubsidi bisa turun hingga Rp 1.000 per liter karena harga pokok produksi solar telah melorot jadi Rp 4.500 per liter. Sedangkan premium seharusnya bisa turun hingga sebesar Rp 1.500 per liter.

Namun, pemerintah tidak peduli dengan pendapat-pendapat seperti itu. Pemerintah lebih percaya dengan hitungannya sendiri. "Harga pokok solar masih di atas harga keekonomian, dan premium masih berat untuk turun lagi," jawab Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Evita Legowo. Artinya, harga solar bersubsidi baru turun setelah setara atau di bawah harga keekonomian.

Melihat kukuhnya sikap pemerintah ini, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pun tidak berdaya. Ketua Komisi VII DPR yang membidangi energi Airlangga Hartarto menyatakan, tekanan politik dari DPR sudah cukup keras. Dengan demikian, DPR sudah menjalankan kewajibannya. "Sekarang itu tergantung pemerintah, kami sudah mendesak," kata Airlangga.

Kadin menagih janji

Saat memimpin rapat paripurna DPR awal pekan ini (24/11), Ketua DPR Agung Laksono mengkritik kebijakan penurunan harga premium bersubsidi yang baru berlaku 1 Desember. Selain itu, Agung menilai penurunan harga premium itu seharusnya bisa lebih besar lagi dan juga berlaku untuk harga solar bersubsidi. "Kami juga sudah mengirim surat resmi ke pemerintah," tambah Airlangga.

Para pengusaha pun terlihat tidak sabar dengan sikap pemerintah. Ketua Umum Kadin M.S. Hidayat mengungkapkan, Departemen ESDM pernah menjanjikan harga solar bersubsidi akan ikut turun sebesar Rp 300 per liter. Namun hingga kini, janji itu tinggal janji.

Padahal, penurunan harga solar bersubsidi yang cuma Rp 300 per liter tidak akan memiliki dampak berarti bagi ekonomi masyarakat. Bagi Kadin, pemerintah harus menurunkan harga solar bersubsidi minimal sebesar Rp 500 per liter. "Baru ada efeknya buat ekonomi," kata Hidayat.

Hidayat mendesak pemerintah menurunkan harga solar bersubsidi paling lambat pada pertengahan Desember. "Lebih dari itu, keadaan ekonomi akan semakin berat, sehingga daya beli masyarakat semakin parah," kata Hidayat.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie