Minyak WTI diprediksi paling moncer di antara komoditas energi pada tahun depan



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Memasuki musim dingin, komoditas energi mendapat hembusan angin segar. Ini tercermin dari pergerakan komoditas energi yang mengalami kenaikan. Batubara misalnya, merujuk Bloomberg, harga Batubara pada Selasa (24/11) sudah berada di level US$ 69,10 per ton atau menguat 14,03% sejak awal bulan.

Setali tiga uang, harga minyak jenis West Texas Intermediate (WTI) pada Rabu (25/11) pukul 23.45 WIB sudah berada di level US$ 45,51 per barel. Sehingga sejak awal bulan ini sudah menguat 25,64%. 

Sementara nasib berbeda justru dialami gas alam yang harganya justru dalam tren koreksi. Komoditas energi yang satu ini justru masih dilanda tren negatif dalam beberapa waktu ke belakang. Mengutip Bloomberg, harga gas alam pada pukul WIB berada di level US$ 2,72 per mmbtu. Jika dihitung sejak awal bulan ini, harganya sudah terkoreksi 17,98%.


Direktur TRFX Garuda Berjangka Ibrahim mengatakan, hingga akhir tahun sebenarnya relatif minim sentimen baru yang signifikan bagi komoditas energi. Sejauh ini, sentimen utamanya masih seputar belum pulihnya permintaan global akibat pandemi virus corona. Namun, di satu sisi, dengan masuknya ke musim dingin, permintaan terhadap komoditas energi mengalami kenaikan.

Baca Juga: Memasuki musim dingin, harga komoditas energi mulai melonjak

“Secara historis, setiap jelang musim dingin harga komoditas energi memang mengalami kenaikan. Buktinya batubara dan minyak yang sebenarnya masih dibayangi sentimen oversupply harganya bisa menguat belakangan ini,” kata Ibrahim ketika dihubungi Kontan.co.id, Rabu (25/11).

Selain sentimen musim dingin, Ibrahin menilai rencana bank sentral Amerika Serikat (AS) yang akan menggelar pertemuan dalam waktu dekat berpotensi menambah angin segar. Pasalnya, besar kemungkinan dalam pertemuan tersebut yang akan dibahas adalah gelontoran stimulus. Jika stimulus baru disepakati, dolar AS akan kembali melemah dan menguntungkan komoditas energi yang berdenominasi dolar AS.

Ibrahim menambahkan, terdengar kabar menteri keuangan Joe Biden nantinya adalah sosok yang sebelumnya pernah menjabat gubernur bank sentral AS. Pasar menganggap ini sebagai sentimen positif terhadap komoditas secara umum. Pasalnya menteri keuangan yang baru tersebut, berpotensi pro stimulus bisa besar-besaran.

“Jika benar, ini berpotensi melanjutkan tren penguatan komoditas energi pada tahun depan selepas musim dingin usai. Apalagi pada tahun depan kan vaksin sudah mulai didistribusikan sehingga berpeluang mempercepat pemulihan ekonomi dan permintaan komoditas,” tambah Ibrahim.

Baca Juga: Harga emas merosot ke US$ 1.807 per ons troi, dekati level terendah dalam empat bulan

Ibrahim memperkirakan, minyak mentah akan jadi komoditas energi yang paling moncer pada tahun depan. Pertimbangannya adalah, pemulihan ekonomi akan mendorong permintaan minyak dunia. Apalagi, saat ini OPEC+ masih konsisten memangkas produksi, jadi ada peluang produksi belum seperti biasanya, tetapi permintaan terus membaik. 

Di satu sisi, Ibrahim juga melihat kebijakan Joe Biden juga akan cenderung menguntungkan minyak dunia. Ketika Trump menjabat, di saat OPEC+ memangkas produksi, AS justru menambah produksi. Hal ini dinilai Ibrahim tidak akan terjadi di kepemimpinan Biden. Sehingga akan menjadi katalis positif untuk minyak ke depan.

Proyeksi Ibrahim, harga minyak hingga semester I-2021 berkisar US$ 48 per barel-US$ 50 per barel. Sementara untuk batubara akan di rentang US$ 46 per ton-US$ 51 per ton dan gas alam berada di kisaran US 2,12 per mmbtu-US$ 3,15 per mmbtu.

Baca Juga: Ingin dapat royalti tambang hingga 0%, ini syaratnya menurut Menteri ESDM

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati