KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Laporan Badan Administrasi Informasi Energi (EIA) terkait cadangan minyak Amerika Serikat (AS) memberikan sentimen terhadap pergerakan harga minyak. Mengutip
Bloomberg, Jumat (28/6) pukul 19.01 WIB, harga minyak West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Agustus 2019 di New York Mercantile Exchange di level US$ 59,50 per barel. Angka ini tumbuh 0,12% dari harga kemarin yakni US$ 59,43 per barel. Secara
year to date harga minyak terpantau tumbuh 31,02%. Namun, pencapaian kuartal II menunjukan koreksi 1,06%.
Dalam laporan minyak mingguan untuk pekan yang berakhir 21 Juni, EIA mengumumkan persediaan minyak mentah komersial di Amerika Serikat turun 12,8 juta barel dari minggu sebelumnya. Dalam keterangan EIA produksi bensin naik minggu lalu, rata-rata 10,5 juta barel per hari. Produksi bahan bakar destilasi turun minggu lalu, rata-rata 5,3 juta barel per hari. Sementara, total produk yang dipasok selama periode empat minggu terakhir rata-rata 20,6 juta barel per hari, naik 1,8% dari periode yang sama tahun lalu. Laporan EIA tersebut sepanjang tahun ini menyebut produksi minyak mentah AS yang terus mengukir rekor baru berkat teknologi shale oil-nya. Biarpun sempat melaporkan penurunan cadangan minyak AS lebih dari 4 juta barel pada bulan lalu, sepanjang tahun ini laporan EIA masih terbilang naik. Saat ini AS sudah bisa memproduksi minimal 12 juta barel per hari dan diperkirakan di akhir 2019, AS bakal bisa memproduksi hingga 13,4 juta barel per hari. Menurut
thebalance.com, masifnya produksi minyak mentah dari perusahaan minyak AS karena banyak perusahaan sudah mendapatkan untung dengan harga minyak mentah di $30 per barel. Analis Global Kapital Investama Alwi Assegaf mengatakan terkait laporan mingguan EIA yang cenderung positif, tentu berpengaruh terhadap harga minyak yang bisa terkoreksi. Namun berdampak hanya dalam jangka pendek. “Berpengaruh dalam jangka pendek, tapi tidak bisa diremehkan,” kata Alwi kepada Kontan.co.id, Jumat (28/6). Di sisi
demand, perang dagang AS-China menjadikan prospek permintaan menjadi semakin turun karena melambatnya pertumbuhan ekonomi. Perlambatan pertumbuhan ekonomi biasanya menurunkan konsumsi energi termasuk minyak mentah.
Alwi bilang, harga minyak mulai merangkak naik akibat optimisme pasar kalau perang dagang AS-China bakal mereda jelang KTT G20 akhir pekan ini. Dia optimistis tren harga minyak dalam kuartal III bakal naik di kisaran US$ 56-US$ 66 per barel. Ramalan ini didukung oleh sinyal gencatan dagang AS-China yang positif. Lebih lanjut, selain perang dagang tentunya strategi Organization of the Petroleum Exporting Countries (OPEC) akan menjadi penentu harga minyak ke depan. Apalagi bila program pemangkasan produksi minyak sebanyak 1,2 juta barel per hari bisa berlanjut sampai dengan akhir tahun ini. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Yudho Winarto