Minyak WTI sulit menembus level US$ 80 per barel



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harapan Arab Saudi untuk membawa harga minyak mentah menembus level US$ 80 per barel sepertinya sulit untuk terwujud. Kenaikan produksi minyak Amerika Serikat (AS) tetap menjadi katalis negatif yang membayangi pergerakan harga.

Bahkan para analis pun masih belum melihat adanya katalis positif yang cukup kuat untuk menyokong penguatan tersebut. "Level harga US$ 80 per barel ini cukup fantastis," terang Deddy Yusuf Siregar, Analis PT Asia Tradepoint Futures kepada Kontan.co.id, Rabu (11/4).

Bagaimanapun produksi minyak AS tetap menjadi ancaman tersendiri bagi minyak mentah. Apalagi kata Deddy yang selama ini terjadi ketika OPEC dan sekutunya merencanakan perpanjangan pemangkasan produksi hingga tahun 2019, negeri Paman Sam justru semakin gencar meningkatkan produksinya. AS selalu memanfaatkan apa yang direncanakan oleh OPEC.


Begitu juga dengan pelemahan dollar AS. Walaupun sekarang indeks tengah jatuh ke level terendah sejak tiga tahun tetapi di kuartal II greenback malah menunjukkan peluang penguatan.

Meredanya ketegangan perang dagang, berlangsungnya perundingan AS dan Korea Utara dan rencana kenaikan suku bunga di bulan Juni berpotensi mengembalikan kekuatan dollar AS.

"Ada potensi The Fed akan menaikkan suku bunga di kuartal ini dan probabilitasnya sudah mencapai 79%," terangnya.

Menurutnya untuk menuju level US$ 80 per barel, minyak WTI harus menembus level resisten terdekat terlebih dahulu di US$ 66,3 per barel. Jika itu terlampaui masih ada level resistance berikutnya di level US$ 69,51 per dollar AS.

Di lain pihak Faisyal, Analis PT Monex Investindo Futures melihat level US$ 80 per barel masih bisa terwujud dalam jangka panjang.

Pembatasan produksi yang dilakukan OPEC dan sekutunya serta pertumbuhan perekonomian global masih berpeluang mendorong naiknya tingkat permintaan. "Tapi kalau tahun ini kemungkinan harga di level US$ 65 per barel," timpalnya.

Sebelumnya dalam pemberitaan Bloomberg, Arab Saudi memberi sinyal harapan agak harga minyak menembus level US$ 80 barel. Tanpa menyebut angka pasti tetapi sejak sebulan terakhir dalam beberapa pertemuan dengan delegasi OPEC pejabat Riyadh justru kerap menyampaikan pernyataan bernada hawkish.

Tampaknya harapan kenaikan harga minyak ini tak lepas dari rencana pelepasan saham perdana Saudi Aramco.

Dalam wawancara dengan majalah Time pekan lalu, Pangeran Mahkota Saudi Mohammad bin Salman tampak optimistis harga minyak akan lebih tinggi di tahun 2019. Pihaknya aman mencari waktu yang tepat untuk menggelar aksi korporasi tersebut.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto