Miris, mobil bagus tapi masih beli dvd bajakan



JAKARTA:  Produk bajakan semakin marak menyebabkan kerugian besar bagi pelaku seni dan pendapatan negara. Rendahnya moral konsumen Indonesia di berbagai tingkat pendidikan dan ekonomi masih menjadi faktor utama maraknya pembajakan. Akibat pembajakan CD/DVD di Indonesia yang semakin marak, sistematis, terorganisir dengan distribusi meluas, negara dirugikan hingga Rp 6 triliun per tahun. Adanya UU Hak Cipta No. 28/ 2014 dengan ancaman pidana dan denda tak sedikit tak berdampak, CD dan DVD bajakan masih dengan mudah dijajakan di lapak pinggir jalan hingga di dalam mal.

Hasil penelitian pakar marketing PR Universitas Darma Persada Firsan Nova juga menunjukkan adanya hubungan berbanding terbalik antara moral konsumen (consumer moral) dan niat membeli produk bajakan (purchase intention). “Selain itu kualitas keping CD dan DVD yang relatif baik dengan harga yang terjangkau ditambah rendahnya resiko atau sanksi hukum bagi mereka yang membeli dan menjual CD/DVD bajakan membuat konsumen lebih memilih untuk membeli produk bajakan,” tuturnya, Kamis (24/11).

Dalam riset yang akan dipaparknya dalam Konferensi Internasional Eknomi dan Bisnis di Universitas Gadjah Mada pada 25-27 November mendatang juga menemukan kecenderungan masyarakat tidak memberikan sanksi sosial terhadap mereka yang membeli produk bajakan. “Menariknya, keputusan membeli CD dan DVD bajakan tersebut juga bertentangan dengan dua faktor keputusan pembelian benda yang dilakukan konsumen Indonesia umumnya ditentukan oleh harga dirinya (self esteem) dan kepercayaan dirinya (self confidence) kepada sebuah produk,” jelasnya.


Dia mencontohkan konsumen Indonesia umumnya merepresentasikan dirinya dengan produk yang mereka pakai. Bahkan mereka meng up-grade dirinya lewat sebuah produk. Tak heran jika konsumen Indonesia dikenal sangat konsumtif dan juga kompetitif. Kompetitif ditunjukkan membeli produk yang lebih mewah dibanding lingkungan sosial mereka. Merek merupakan indikator kejayaan. Ironisnya mereka yang emotional benefit oriented itu menjadi berubah perilakunya ketika membeli CD/DVD. “Mereka membeli tas bermerek, HP mahal, mobil bagus namun CD/DVD nya bajakan. Sebuah kombinasi tidak konsaisten yang secara fakta terjadi di hampir seluruh lapisan masyarakat Indonesia,” papar Firsan.

Hasil riset ini menarik mengingat beberapa narasumber risetnya ternyata berprofesi sebagai guru, rohaniawan, karyawan swasta yang sepatutnya memiliki standar moral dan pendidikan yang tinggi dan sadar mengkonsumsi CD bajakan merupakan produk yang sama haramnya dengan prostitusi, narkoba atau produk-produk yang dilarang negara.

“Bila orang mengonsumsi narkoba tampak bersalah dan melanggar hukum, rasanya kita belum sampai pada level pemahaman yang sama bagi pembeli produk bajakan, ada masalah kesadaran dan moral,” tegasnya.

Dengan kata lain jika ada peningkatan kualitas moral akan berdampak pada turunnya pembelian produk bajakan. Artinya moralitas merupakan salah satu faktor yang dapat mengurangi niat konsumen dalam membeli CD atau DVD bajakan. Firsan menyatakan penanggulangan masalah produk bajakan haruslah melibatkan empat pihak yaitu negara yang diwakili oleh penegak hukum, konsumen, penjual CD/DVD bajakan dan produsen CD/DVD bajakan.

“Aparat harus melakukan sosialisasi dan menjalankan penegakan hukum. Sementara masyarakat harus membiasakan diri membeli produk asli yang berdampak pada penerimaaan negara berupa pajak yang akan kembali pada masyarakat,” pinta Firsan.

Sementara terhadap pihak penjual CD/DVD bajakan, pemerintah berkewajiban untuk mengedukasi dan menegakkan hukum sehingga mereka tidak lagi menjual CD bajakan. Untuk itu produsen memiliki tanggung jawab moral dalam memasok CD/DVD asli dengan harga terjangkau sehingga CD/DVD bajakan tidak lagi menjadi pilihan pembeli.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dadan M. Ramdan