KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Misi yang sangat dinanti oleh NASA dan SpaceX akhirnya diluncurkan untuk menyelamatkan dua astronot yang terdampar di Stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS). Kedua astronot tersebut, Sunita "Suni" Williams dan Komandan Barry "Butch" Wilmore, sebelumnya melakukan penerbangan uji coba dengan pesawat luar angkasa terbaru Boeing, Starliner, pada 5 Juni 2024. Namun, masalah serius pada sistem propulsi Starliner menyebabkan mereka terjebak di luar angkasa selama beberapa bulan.
Tantangan Awal: Masalah pada Starliner
Pesawat ruang angkasa Boeing Starliner seharusnya hanya berada di orbit selama delapan hari. Namun, akibat kegagalan sistem propulsi, NASA dan Boeing menghadapi situasi darurat di mana kedua astronot tidak dapat kembali ke Bumi sesuai jadwal.
Baca Juga: Elon Musk: SpaceX Berencana Mengirim 5 Pesawat Luar Angkasa Tanpa Awak ke Mars Masalah yang dihadapi Starliner mencakup kegagalan sistem pendorong dan kebocoran helium setelah peluncuran. Setelah beberapa bulan melakukan analisis dan perbaikan, NASA memutuskan bahwa risiko yang dihadapi terlalu besar untuk mengembalikan para astronot dengan pesawat tersebut.
SpaceX Mengambil Alih Misi Penyelamatan
Pada bulan Agustus 2024, NASA mengumumkan bahwa dua astronot tersebut tidak akan kembali ke Bumi hingga 2025. SpaceX kemudian ditunjuk untuk menjalankan misi penyelamatan menggunakan pesawat ruang angkasa Crew Dragon. Crew Dragon, yang merupakan salah satu pencapaian terbesar SpaceX, telah terbukti mampu melakukan misi ke ISS dengan sukses pada beberapa kesempatan sebelumnya. Pada hari Minggu, 30 September 2024, pukul 17:30 EDT, kapsul SpaceX Crew Dragon, yang diawaki oleh astronot asal Amerika Serikat, Nick Hague, dan kosmonot Rusia, Alexander Gorbunov, berhasil merapat ke ISS. Misi ini diluncurkan pada Sabtu malam dari Cape Canaveral, Florida, dan tiba di ISS dalam kondisi kegelapan total saat stasiun luar angkasa melintas di atas Botswana pada ketinggian 260 mil.
Baca Juga: Miliarder Penjelajah Ruang Angkasa Beserta Krunya Kembali ke Bumi Kedua astronot penyelamat, Hague dan Gorbunov, tidak akan ikut kembali ke Bumi bersama Williams dan Wilmore. Sebaliknya, Williams dan Wilmore akan menempati dua kursi kosong di Crew Dragon untuk perjalanan pulang mereka yang direncanakan pada bulan Februari 2025. Ketika mereka akhirnya kembali ke Bumi, mereka akan telah menghabiskan lebih dari delapan bulan di luar angkasa, jauh lebih lama dari yang direncanakan awalnya.
Keberhasilan SpaceX dalam Misi Penyelamatan
Crew Dragon, yang dikembangkan oleh SpaceX, adalah pesawat ruang angkasa yang telah terbukti mampu melakukan penerbangan luar angkasa dengan aman dan efisien. NASA memutuskan untuk menggunakan Crew Dragon karena pesawat ini telah menyelesaikan beberapa misi berawak dengan sukses, termasuk transportasi astronot ke ISS dalam misi-misi sebelumnya. Crew Dragon juga memiliki sistem otomatis yang memungkinkan pesawat ini merapat secara mandiri ke ISS, sehingga meningkatkan keamanan dalam setiap misinya. Dina Contella, manajer program deputi NASA, mengungkapkan bahwa Williams dan Wilmore dengan antusias mengikuti peluncuran misi penyelamatan dari ISS. Williams bahkan terdengar bersorak "Go Dragon!" ketika Crew Dragon berhasil lepas landas dari Bumi. Hal ini menandai momen penting bagi kedua astronot yang telah menghabiskan berbulan-bulan di luar angkasa, menunggu misi penyelamatan ini.
Baca Juga: Boeing Berpotensi Rugi hingga US$ 3,5 Miliar Jika Aksi Mogok Pekerja Berlarut-larut Peran Strategis Crew Dragon dalam Misi Masa Depan
Crew Dragon tidak hanya berfungsi sebagai penyelamat dalam misi ini, tetapi juga merupakan langkah maju dalam teknologi penerbangan luar angkasa. Dengan kemampuannya yang canggih, pesawat ini diharapkan menjadi andalan untuk misi-misi NASA di masa depan. Kolaborasi antara NASA dan SpaceX, terutama dalam misi ini, membuktikan bahwa kemitraan antara sektor publik dan swasta mampu menghasilkan teknologi luar angkasa yang inovatif dan aman. Selain itu, kesuksesan misi penyelamatan ini akan menjadi penanda keberhasilan SpaceX dalam menjalankan misi luar angkasa yang sangat penting, sekaligus meningkatkan kepercayaan NASA terhadap teknologi yang dikembangkan oleh perusahaan tersebut.
Editor: Handoyo .