JAKARTA. Rencana rights issue PT BW Plantation Tbk (BWPT) banyak menuai kontroversi. Aksi korporasi dengan nilai Rp 11 triliun tersebut dinilai sangat merugikan investor ritel. Atas dasar pertimbangan itu, Masyarakat Investor Sekuritas Indonesia (MISSI) melayangkan surat resmi untuk Otoritas Jasa Keuangan (OJK). MISSI meminta OJK dan otoritas bursa untuk mempertimbangkan lebih lanjut soal rencana aksi korporasi ini. "Adalah aneh jika aksi korporasi sebuah perusahaan publik membuat kerugian material bagi pemegang sahamnya," demikian kutipan dari isi surat tersebut, (25/9).
MISSI dalam suratnya menjelaskan, BWPT berencana melakukan rights issue di level Rp 390-Rp 411 per saham. Harga ini jauh di bawah harga pasar. Perlu diketahui, dalam setahun terakhir rata-rata harga saham BWPT sekitar Rp 1.200 per saham. Penetuan harga rights issue yang jauh dibawah harga pasar tersebut sangat merugikan investor publik, terbukti dengan auto rejection saham ini sebanyak 2 hari perdagangan.
Potential lost yang bakal diperoleh inevstor ritel jika rights issue ini dieksekusi bisa mencapai 65%. Pemegang saham pengendali tidak dirugikan karena memiliki perjanjian pengalihan HEMTD. Selain itu, pemegang saham baru diuntungkan dapat membeli saham ini dengan harga murah diskon 60 % dari harga rata perdagangannya dalam satu tahun. Kemudian pembeli saham dengan harga murah ini dapat menjual asetnya kepada perusahaan dengan harga yang cukup mahal. Adanya perubahan pengendali terhadap perusahaan ini juga seharusnya dilakukan tender offer. Tapi, hal itu juga tidak dilakukan. Intinya, aksi korporasi ini hanya mementingkan sejumlah pihak, tanpa mempertimbangkan nasib investor ritel.
Belum lagi saham BWPT ini termasuk dalam daftar saham margin. Jadi, ada kemungkinan investor yang mengabil posisi margin pada saham ini bangkrut seketika. Skenario terburuknya adalah, jika aksi korporasi ini diizinkan oleh otoritas OJK dan bursa, maka akan menjadi preseden atau contoh bagi pihak lain untuk melakukan aksi korporasi serupa. Hal ini tentunya akan membahayakan pasar modal lokal. "Tidak dapat dibayangkan bagaimana jika salah satu perusahaan Tbk yang harga sahamnya diperdagangkan dalam 3 bulan terakhir misalnya di rata-rata Rp. 10.000 per saham melakukan right issue diĀ harga Rp. 1000 dengan rasio 1:10," jelas MISSI dalam surat resminya. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Barratut Taqiyyah Rafie