MISSI: OJK dan BEI tak punya komitmen lindungi investor



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Masyarakat Investor Sekuritas Indonesia (MISSI) mendesak otoritas pasar modal untuk membuat regulasi yang berorientasi untuk melindungi investor.

Terkhusus, investor-investor saham yang ter-delisting dari bursa. Ketua Umum MISSI Sanusi menyebut, selama ini OJK dan BEI sebagai otoritas, tidak ada niat untuk melindungi investor. "Nasib investor pasrah. Dari dulu kan OJK dan BEI tidak ada niat untuk melindungi investor," kata Sanusi kepada Kontan.co.id, Kamis (13/6).

Selama ini banyak saham yang sudah delisting tidak diketahui nasib serta kondisinya, termasuk dari para investornya. Dengan begitu Sanusi merasa perlu adanya regulasi yang menimbulkan efek jera.


Bahkan bila perlu harus ada regulasi yang sifatnya pidana. Sedangkan selama ini hampir tak ada inisiatif tersebut. "Kalau benar OJK dan BEI mau melindungi investor, harusnya sudah dipikirkan nasib investor setelah sahamnya delisting," tandasnya.

Keluhan Sanusi ia sebut bukan pepesan kosong belaka. Hingga saat ini dirinya mengaku masih banyak investor yang mengeluhkan nasibnya yang apes lantaran sahamnya dihapus dari pencatatan BEI.

Sedangkan kebijakan BEI memberikan kesempatan untuk menjual saham yang akan delisting di pasar negosiasi, ia nilai tidak membantu. "Gimana membantu. Karena mau delisting ya tidak ada lah pembeli. Mau jual ke siapa coba?", protes Sanusi.

Menurutnya ada beberapa alternatif regulasi yang bisa dibuat untuk melindungi investor. Salah satunya adalah dengan membuat peraturan bagi para emiten yang delisting untuk mengundang para investor publik dalam sebuah pertemuan atau RUPS. "Jika tidak dilaksanakan maka hukumannya adalah pidana," terang Sanusi.

Sebagai representasi investor di Indonesia, MISSI sendiri bukan tanpa usaha. Sudah sejak lama dirinya mengaku mengusulkan peraturan-peraturan yang dimungkinkan untuk melindungi investor secara lebih tegas.

"Sudah sejak sekitar tahun 2001-2002 kami bercakap untuk membahas hal tersebut, namun hingga sekarang tidak ada hasilnya," aku Sanusi.

Sebelumnya BEI bakal menghapus pencatatan efek PT Sekawan Intipratama Tbk (SIAP) dari perdagangan mulai Senin depan, (17/6). Dalam pengumuman yang dirilis BEI, penghapusan itu lantaran SIAP dinilai mengalami kondisi yang secara signifikan berpengaruh negatif terhadap kelangsungan usaha. Direktur Penilaian Perusahaan BEI I Gede Nyoman Yetna tidak memberikan keterangan lebih lanjut ketika dihubungi Kontan terkait hal ini.

Berdasarkan keterangan yang dirilis di situs idx.co.id, BEI terkait masih memberikan kesempatan bagi para investor untuk melakukan transaksi perdagangan khusus di pasar negosiasi selama 5 hari bursa. Itu berarti para investor memiliki waktu dari 10 hingga 14 Juni 2019 untuk mengambil keputusan terkait nasib sahamnya sebelum resmi di-delisting oleh bursa.

Berdasarkan data RTI, pada hari ini terjadi beberapa kali transaksi saham SIAP di pasar negosiasi. Tercatat, sebanyak 44,07 juta saham SIAP ditransaksikan dengan frekuensi penawaran sebanyak 18 kali. Nilai transaksi tersebut sebesar Rp 52,57 juta dengan nilai saham sebesar Rp 1 per saham. Padahal ketika perdagangan ditutup, harga saham SIAP terpantau berada di level 83.

Direktur Utama SIAP Christian Victor Ponto sendiri belum mau berkomentar banyak mengenai apa yang akan dilakukan oleh perusahaan tambang itu. “Kita justru sedang akan menyiapkan rencana untuk mempertanyakan duduk perkara mengapa saham kami di-delisting,” kata Chris kepada Kontan, (13/6).

Sebagai direktur, Chris juga belum mengerti persis apa sebab saham perusahaannya dihapus dari catatan bursa. Chris merasa selama ini SIAP masih terus mengikuti aturan main yang diberikan oleh bursa.

“Kalau kami disebut tidak going concern sesuai dengan keinginan bursa, dimana letak ketidaksesuaiannya,” protes Chris. Selain berkomunikasi dengan BEI, pihaknya juga disebut akan menjalin komunikasi dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Ketika ditanya mengenai bagaimana dengan nasib para investor pemegang saham SIAP, Chris juga belum bisa mengatakan apa-apa. “Masih harus kita rundingkan serta sepakati dengan semua shareholders,” jelas Chris singkat.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Handoyo .