KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Jumat pekan lalu (27/10) ada pemandangan tak biasa di Perum Bulog. Dihadiri sejumlah pengusaha makanan dan minuman, rapat tersebut mengungkapkan fakta yang mengejutkan. Tak banyak yang tahu, Bulog nyatanya memiliki stok gula rafinasi impor dari Thailand dalam jumlah jumbo yakni 16.000 ton. Semakin menimbulkan rasa heran, Bulog selama ini hanya menjalankan tugas sebagai stabilisator harga gula, terutama gula kristal putih (GKP) untuk konsumsi. Bukan, bertugas sebagai penyuplai gula kristal rafinasi (GKR) bagi industri. Tak pelak, rapat di Kantor Pusat Perum Bulog Jakarta membuat pengusaha yang hadir melongo keheranan. Apalagi, dalam rapat itu, Bulog Bulog menawarkan stok GKR yang mereka miliki.
Kepala Divisi Penjualan dan Distribusi Bulog Ermin Toha yang mewakili Direktur Komersial Bulog Febriyanto yang berhalangan hadir mempimpin pertemuan satu jam sejak jam 9 pagi. Aneka pertanyaan pengusaha makanan dan minuman mencuat dalam rapat itu. Mereka umumnya mempertanyakan harga yang ditawarkan Bulog itu. Namun, tak sedikit dari merrka yang menanyakan kelengkapan dokumen alias legalitas gula impor asal Thailand tersebut. Ermin memang nampak berusaha menjawab semua pertanyaan dari para pengusaha. Menurutnya, Bulog tak bisa menjelaskan harga jual karena sifatnya
business to business (b to b) . "Silahkan yang tertarik bisa mengajukan permintaan dan kita diskusikan harganya," ujarnya dalam sesi tanya jawab tersebut. Ermin juga memastikan gula tersebut memiliki dokumen impor lengkap dan siap dijual ke industri besar maupun kecil menengah (IKM) hingga 31 Desember 2017. Apalagi, sebanyak 11.000 ton diantaranya berada di Jakarta sehingga memudahkan untuk proses pengiriman. Bulog harus transparan Dari penelusuran KONTAN, gula kristal rafinasi asal Thailand itu tiba di Jakarta pada 29-30 Juni dan 1-3 Juli 2016. Menteri Perdagangan saat itu Thomas Lembong membuka keran impor sebanyak 381.000 ton untuk gula mentah yang akan diolah menjadi gula konsumsi. Tujuannya: menekan harga gula menjelang Lebaran tahun lalu. Namun izin yang diberikan bukan gula rafinasi. Walau Bulog sudah memastikan legalitas stok gula rafinasinya, namun masih banyak pertanyaan masih belum terjawab. Antara lain: keberlanjutan distribusi gula oleh Bulog, sertifikasi label halal dari GKR impor ini, serta alasan di balik Bulog mengimpor GKR yang notabene adalah gula untuk kalangan industri. Apalagi, Bulog juga tak ditugaskan untuk menyuplai gula rafinasi kepada industri. Karina, salah satu perwakilan dari Asosiasi Minuman Ringan (ASRIM) mempertanyakan latar belakang Bulog mengimpor GKR ini. Menurutnya, pertanyaan ini penting untuk melindungi pelaku industri makanan dan minuman yang kerap dituding sebagai pelaku perembesan gula rafinasi ke pasar konsumsi.
"Kalau alasan Bulog impor gula adalah menjaga stabilitas harga, kenapa yang diimpor adalah gula rafinasi dan bukan gula konsumsi," ujarnya penuh tanya dalam pertemuan itu. Atas sejumlah pertanyaan itu, Ermin mengaku tak mau masuk ke ranah kebijakan impor karena bukan wewenangnya. Sayang, Febriyanto yang dihubungi KONTAN tak bersedia menjawab pertanyaan. Dia bilang penawaran GKR ke industri sebagai upaya agar gula di gudang Bulog tidak rusak. Padahal, jawaban ini penting agar ada kejelasan asal usul gula rafinasi impor ini. Adhi S. Lukman, Ketua Umum GAPMMI juga minta Bulog memfasilitasi pelaku industri memperoleh gula itu, termasuk IKM. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Rizki Caturini