KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Dayamitra Telekomunikasi Tbk (
MTEL) atau Mitratel, anak usaha PT Telkom Indonesia Tbk (
TLKM) mengantongi kontrak
backlog sewa menara telekomunikasi sekitar Rp 30,7 triliun hingga tahun 2030. Telkomsel merupakan
anchor tenant Mitratel dengan kontribusi terhadap pendapatan 50%. Jika digabungkan dengan XL dan Indosat, pemasukan dari ketiga operator ini setara 85%. Direktur Investasi Mitratel Hendra Purnama mengemukakan, selain kontrak
backlog yang cukup besar, Mitratel memiliki sejumlah keunggulan dibandingkan dengan penyedia menara lainnya. Menara Mitratel yang sebanyak 28.030 unit tersebar di seluruh Indonesia dengan 57% berada di luar Jawa.
Menurut Hendra, luasnya cakupan wilayah tersebut membuat Mitratel dapat mengelola kerja sama tambahan dari para penyewa menara telekomunikasi. Dengan kata lain, Mitratel memiliki potensi pertumbuhan organik yang pesat dalam jangka panjang.
Baca Juga: Menyelisik Investasi GIC, Rugi di Saham Mitratel & BUKA, Cuan Jumbo di EMTK dan MTLA "Lebih dari itu, Mitratel dianggap paling siap melayani ekspansi operator di luar Jawa yang meningkatkan portofolio kolokasi," kata dia dalam Webinar "Bedah Saham MTEL" yang dilaksanakan oleh Emtrade pada Kamis (25/11). Dari sisi kinerja keuangan, Hendra menyampaikan, Mitratel mencatat pertumbuhan pendapatan 17% dan EBITDA meningkat 36% setiap tahun. Sinergi dengan Telkom Group juga menjadi salah satu keunggulan Mitratel. Ke depannya, Mitratel akan terus melakukan ekspansi dengan menyediakan solusi infrastruktur digital secara lengkap, yaitu penyewaan Towerco, Solusi TowerCo, dan Solusi InfraCo. Penyewaan Towerco dan Solusi TowerCo siap dimulai pada tahun 2022, sementara Solusi InfraCo akan digarap pada tahun 2023. "Ekspansi ini dilakukan seiring perkembangan jaringan 5G yang akan mendorong bisnis menara terus tumbuh. Pasalnya, kebutuhan jaringan akan membesar dan membuat pemain menara terus berekspansi," tutur Hendra. Mitratel menyiapkan empat pilar utama untuk memperkuat posisinya sebagai pemimpin dalam bisnis menara. Pertama, Mitratel memimpin dalam pengembangan bisnis organik, yaitu
Build-to-Suit (B2S) dan kolokasi baru dari operator seluler dengan menambah kapasitas dan cakupan. Mitratel memiliki diferensiasi melalui kemampuan eksekusi B2S yang lebih unggul daripada yang lain. Mitratel mampu memanfaatkan sebaran menara di Indonesia untuk kolokasi dari penyewa baru di area perkotaan dan pedesaan. Kedua, Mitratel memimpin dalam pengembangan bisnis anorganik dengan menjaga kekuatan pada neraca keuangan dan arus kas untuk akuisisi menara yang prospektif. Mitratel juga masih berpotensi mengonsolidasikan portofolio aset menara di TelkomGroup dan mengakuisisi operator menara sebagai bagian dari konsolidasi industri untuk bisnis yang lebih sehat.
Baca Juga: Investor Mitratel (MTEL) Tak Sendiri, 36,59% Emiten Baru Harga Sahamnya di Bawah IPO Ketiga, Mitratel melakukan perluasan bisnis dengan layanan baru, yaitu mengembangkan layanan infrastruktur digital sesuai dengan kebutuhan operator seluler, mengoptimalkan kapasitas jaringan fiber Telkom, serta kerja sama B2B yang strategis dan terintegrasi dengan bisnis menara, Dengan perusahaan fiber, Mitratel membangun jaringan fiber untuk menara yang belum fiber-ready, memfasilitasi layanan IoT sebagai infrastructure-enabler untuk pelanggan non-operator seluler, dan ekspansi small cells dan solusi infrastruktur dalam rangka mengantisipasi kebutuhan 5G di Indonesia. Keempat, Mitratel terus meningkatkan efisiensi operasional dengan implementasi efisiensi biaya operasi dan pemeliharaan untuk meningkatkan profitabilitas, menjaga batas biaya dalam perpanjangan sewa lahan, dan melakukan inisiasi awal dengan pemilik lahan dalam negosiasi perpanjangan untuk mengoptimasi biaya atas sewa lahan.
Mitratel juga mengurangi belanja modal pemeliharaan dan memprioritaskan pemeliharaan yang bersifat preventif, serta meningkatkan efisiensi operasional melalui integrasi dengan sistem IT (digitalisasi).
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Yudho Winarto