JAKARTA. Mahkamah Konstitusi (MK) gelar sidang terakhir uji materi UU Migas. Sidang selanjutnya MK akan putuskan apakah menolak atau menerima permohonan pemohon yang berasal dari para tokoh Islam dari berbagai organisasi. Para tokoh Islam ini memohon uji materi UU No.22 tahun 2010 tentang Minyak dan Gas Bumi (UU Migas). Ketua Hakim Konstitusi MK Mahfud MD menyatakan, "Jika semua pihak setuju, ini adalah sidang terakhir. Sidang selanjutnya adalah sidang putusan dari MK," katanya dalam sidang Senin (1/8). Dalam sidang terakhir ini, MK mendengar kesaksian dari ahli yang dimohonkan pemerintah, dalam hal ini BP Migas, menghadirkan Erman Rajagukguk dan Hikmahanto Juwana. Erman Rajagukguk yang merupakan seorang Pakar Hukum Bisnis dari Universitas Indonesia menyatakan, UU Migas yang ada saat ini tidak bertentangan dengan UUD 1945. Apa yang didalilkan pemohon pada sidang sebelumnya, yang menyatakan bahwa cost recovery terlalu besar, menurutnya bisa disempurnakan tanpa perlu mengubah UU Migas."UU Migas ini sudah oke, tapi mungkin kontrak-kontraknya perlu direnegosiasi ulang untuk bisa mencegah dari kerugian-kerugian yang dialami Indonesia," katanya selepas sidang uji materi UU Migas di MK (1/8). Tapi, masalahnya untuk lakukan renegosiasi juga perlu usaha keras pemerintah. Sebab renegosiasi perlu kesepakatan kedua belah pihak yang bekerja sama, tidak boleh hanya satu pihak saja. "Jadi, butuh kepiawaian pemerintah dalam berdiplomasi," tuturnya. Sementara Hikmahanto Juwono, seorang ahli hukum Internasional, Hukum Kontrak, Hukum Perusahaan dan Hukum Pertambangan, sebagai ahli dari Pemerintah menyanggah dalil permohonan pemohon yang menyatakan, BP Migas dalam Kontrak Kerja Sama (KKS) dengan perusahaan kontraktor dapat mengurangi kedaulatan negara karena tidak mengikat secara perjanjian internasional. Menurutnya, KKS yang dilakukan BP Migas dengan perusahaan kontraktor memang tidak bisa dikategorikan perjanjian internasional karena yang melakukan kerjasama bukanlah antar negara. "Justru menjadi baik, karena kekhawatirannya kalau negara yang melakukan perjanjian nanti bisa merugikan negara. Aset negara ini bisa terbawa, maka dibatasi dengan aset BP migas saja," paparnya. Adapun dalil yang diajukan pemohon yang menyatakan bahwa BP Migas yang merupakan Badan Hukum Milik Negara (BHMN) yang mewakili pemerintah dalam kuasa pertambangan, tidak memiliki komisaris atau pengawas ini berdampak pada jalannya kekuasaan yang tidak terbatas. Juga berakibat pada cost recovery yang besar. Kemudian UU Migas ini membuat harga migas menjadi mahal karena telah mengurangi kedaulatan negara atas penguasaan sumber daya alam. "Konsep yang ada dalam UU Migas ini menyebabkan persaingan terbuka bagi korporasi asing karena merupakan investasi yang menguntungkan. Tapi, merugikan bagi rakyat," kata Rizal Ramli, ahli dari pemohon. Para tokoh Islam yang ajukan permohonan ini, yaitu, pimpinan pusat Muhammadiyah Din Syamsudin, Ketum PP Muhammadiyah Din Syamsudddin, mantan Ketua Umum PBNU Hasyim Muzadi, Ketua MUI Amidhan, mantan Menakertrans Fahmi Idris dan politisi muslim, Ali Mochtar Ngabalin, juga sebanyak 12 ormas Islam. Mereka memohon uji materi UU No.20 tahun 2010 tentang Minyak dan Gas Bumi pasal 1 angka 19 dan 23, pasal 3 huruf b, pasal 4 ayat 3, pasal 6, pasal 9, pasal 10, pasal 11 ayat 2, pasal 13 dan pasal 44.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
MK akan putuskan uji materi UU Migas
JAKARTA. Mahkamah Konstitusi (MK) gelar sidang terakhir uji materi UU Migas. Sidang selanjutnya MK akan putuskan apakah menolak atau menerima permohonan pemohon yang berasal dari para tokoh Islam dari berbagai organisasi. Para tokoh Islam ini memohon uji materi UU No.22 tahun 2010 tentang Minyak dan Gas Bumi (UU Migas). Ketua Hakim Konstitusi MK Mahfud MD menyatakan, "Jika semua pihak setuju, ini adalah sidang terakhir. Sidang selanjutnya adalah sidang putusan dari MK," katanya dalam sidang Senin (1/8). Dalam sidang terakhir ini, MK mendengar kesaksian dari ahli yang dimohonkan pemerintah, dalam hal ini BP Migas, menghadirkan Erman Rajagukguk dan Hikmahanto Juwana. Erman Rajagukguk yang merupakan seorang Pakar Hukum Bisnis dari Universitas Indonesia menyatakan, UU Migas yang ada saat ini tidak bertentangan dengan UUD 1945. Apa yang didalilkan pemohon pada sidang sebelumnya, yang menyatakan bahwa cost recovery terlalu besar, menurutnya bisa disempurnakan tanpa perlu mengubah UU Migas."UU Migas ini sudah oke, tapi mungkin kontrak-kontraknya perlu direnegosiasi ulang untuk bisa mencegah dari kerugian-kerugian yang dialami Indonesia," katanya selepas sidang uji materi UU Migas di MK (1/8). Tapi, masalahnya untuk lakukan renegosiasi juga perlu usaha keras pemerintah. Sebab renegosiasi perlu kesepakatan kedua belah pihak yang bekerja sama, tidak boleh hanya satu pihak saja. "Jadi, butuh kepiawaian pemerintah dalam berdiplomasi," tuturnya. Sementara Hikmahanto Juwono, seorang ahli hukum Internasional, Hukum Kontrak, Hukum Perusahaan dan Hukum Pertambangan, sebagai ahli dari Pemerintah menyanggah dalil permohonan pemohon yang menyatakan, BP Migas dalam Kontrak Kerja Sama (KKS) dengan perusahaan kontraktor dapat mengurangi kedaulatan negara karena tidak mengikat secara perjanjian internasional. Menurutnya, KKS yang dilakukan BP Migas dengan perusahaan kontraktor memang tidak bisa dikategorikan perjanjian internasional karena yang melakukan kerjasama bukanlah antar negara. "Justru menjadi baik, karena kekhawatirannya kalau negara yang melakukan perjanjian nanti bisa merugikan negara. Aset negara ini bisa terbawa, maka dibatasi dengan aset BP migas saja," paparnya. Adapun dalil yang diajukan pemohon yang menyatakan bahwa BP Migas yang merupakan Badan Hukum Milik Negara (BHMN) yang mewakili pemerintah dalam kuasa pertambangan, tidak memiliki komisaris atau pengawas ini berdampak pada jalannya kekuasaan yang tidak terbatas. Juga berakibat pada cost recovery yang besar. Kemudian UU Migas ini membuat harga migas menjadi mahal karena telah mengurangi kedaulatan negara atas penguasaan sumber daya alam. "Konsep yang ada dalam UU Migas ini menyebabkan persaingan terbuka bagi korporasi asing karena merupakan investasi yang menguntungkan. Tapi, merugikan bagi rakyat," kata Rizal Ramli, ahli dari pemohon. Para tokoh Islam yang ajukan permohonan ini, yaitu, pimpinan pusat Muhammadiyah Din Syamsudin, Ketum PP Muhammadiyah Din Syamsudddin, mantan Ketua Umum PBNU Hasyim Muzadi, Ketua MUI Amidhan, mantan Menakertrans Fahmi Idris dan politisi muslim, Ali Mochtar Ngabalin, juga sebanyak 12 ormas Islam. Mereka memohon uji materi UU No.20 tahun 2010 tentang Minyak dan Gas Bumi pasal 1 angka 19 dan 23, pasal 3 huruf b, pasal 4 ayat 3, pasal 6, pasal 9, pasal 10, pasal 11 ayat 2, pasal 13 dan pasal 44.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News