MK dikhawatirkan konflik kepentingan uji UU MK



JAKARTA. Mahkamah Konstitusi (MK) dikhawatirkan mengalami konflik kepentingan ketika melakukan uji materi terhadap Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2014 yang mengatur lembaganya sendiri.

UU tersebut merupakan bentukan dari Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Mahkamah Konstitusi (Perppu MK) yang dikeluarkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pascaterungkapnya kasus dugaan suap yang menjerat Ketua MK saat itu, Akil Mochtar.

Awalnya, saat baru diterbitkan, Perppu ini digugat oleh lima kelompok pengacara yang sering berperkara di MK. Mereka menganggap Perppu tersebut bertentangan dengan UUD 1945 karena tidak dikeluarkan dalam keadaan genting dan mendesak.


Namun, setelah disahkan oleh DPR, MK memutuskan tidak dapat menerima gugatan Perppu tersebut karena telah kehilangan objek. Salah satu kelompok pengacara yang dipimpin Muhammad Asrun, akhirnya kembali mengajukan permohonan uji materi terhadap UU tersebut.

Pengamat Hukum Tata Negara Refly Harun, mencurigai adanya kejanggalan dalam proses uji materi UU tersebut. Pasalnya, proses uji materi berlangsung begitu cepat dan bahkan terkesan dilakukan dengan tergesa-gesa.

"Tiba-tiba MK sangat cepat memprosesnya, kemarin tiba-tiba sudah mendengarkan ahli pemohon. Padahal biasanya lama. Kemarin saja, uji materi UU Pilpres Effendi Gazalli sampai setahun, alasannya harus hati-hati dalam mengambil keputusan," ujar Refly dalam sebuah diskusi di Jakarta, Kamis (6/2/2014) siang.

Selain itu, tahap-tahap penting yang normalnya harus dilalui dalam sebuah uji materi Undang-Undang, menurut Refly, juga tidak dilakukan. Pihak-pihak terkait seperti pemerintah dan civil society tidak diberi kesempatan secara proporsional untuk memberikan keterangannya.

Kekhawatiran Refly tersebut juga didasari oleh substansi yang digugat dalam UU tersebut, yakni mengenai aturan Hakim MK tidak berasal dari partai politik minimal tujuh tahun, sistem rekrutmen Hakim MK yang melalui panel ahli, serta pengawasan MK oleh Majelis Kehormatan yang dipermanenkan.

Jika ketiga substansi tersebut dicabut dari UU oleh MK, Refly menilai MK akan menjadi lembaga yang semakin tidak terawasi. Hakim-hakim MK juga akan dipenuhi dengan orang yang berasal dari partai politik. Akibatnya, MK akan semakin tidak dipercaya oleh publik.

"Belum lagi ini yang mengajukan permohonan, pengacara yang biasa berperkara di MK. Bisa saja kan mereka mencari investasi di MK supaya suatu saat gugatan mereka dikabulkan," pungkasnya. (Ihsanuddin)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dikky Setiawan