MK: DPR tak bisa gunakan hak angket terkait tugas yudisial KPK



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Penolakan Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap permohonan uji materi Pasal 79 ayat (3) UU MD3 dinilai sejumlah pihak melemahkan posisi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Hal ini terkait pembentukan hak angket terhadap KPK oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI.

Namun, pihak MK membantah hal tersebut. Juru Bicara MK Fajar Laksono menjelaskan, terkait putusan dapat dibuktikan bahwa KPK merupakan lembaga negara yang berada di ranah eksekutif, sehingga dapat dijadikan objek pelaksana hak angket.

Meski demikian, ia memberi catatan, bahwa penggunaan hak angket DPR terhadap KPK tak dapat dilaksanakan terkait fungsi penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan.


"Penggunaan hak angket DPR tidak dapat diterapkan dalam hal KPK menjalankan tugas penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan, sebab independensi dan bebasnya KPK dari pengaruh kekuasaan manapun adalah dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya," katanya dalam jumpa pers di MK, Kamis (15/2).

Oleh karena itu, Fajar menolak apabila putusan MK tersebut dinilai sebagai upaya pelemahan KPK. Justru sebaliknya, Fajar mengatakan putusan tersebut menguatkan independensi KPK terhadap upaya pemberantasan korupsi.

"MK justru menguatkan posisi KPK, karena hak angket dibatasi bukan pada tugas dan kewenangan yudisial KPK yaitu, penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan dugaan korupsi," jelasnya.

Di sisi lain, Fajar menjelaskan, putusan tersebut juga menegaskan hak angket sebagai hak konstitusional DPR untuk melakukan fungsi pengawasan dapat dilaksanakan, khususnya dalam pemberantasan tindak pidana korupsi. Oleh karena itu, selain ketiga fungsi tersebut DPR dapat menggunakan hak angketnya kepada KPK.

Fajar memberi contoh, misalnya DPR dapat menggunakan hak angket terhadap KPK terkait SDM, pengelolaan keuangan, SOP penyadapan, penanganan perkara. Namun tak termasuk soal hasil penuntutan.

"Hasil penuntutan juga tak bisa diangket, karena itu kan hasil proses dari ketiga fungsi tadi. Makanya MK membuat limitasi, di luar ketiga fungsi itu boleh," lanjutnya.

Sebelumnya, MK dalam Putusan Nomor 36/PUU-XV/2017 tanggal 8 Februari menyatakan KPK adalah lembaga penunjang yang dibentuk berdasarkan UU. Dengan demikian, KPK adalah lembaga eksekutif. Sehingga, MK menyatakan hak angket KPK yang dibentuk Dewan Perwakilan Rakyat adalah sah. 

Pegawai KPK yang menjadi pihak pemohon uji materi menilai, KPK tidak termasuk unsur eksekutif, sehingga tak bisa dijadikan objek pelaksana hak angket. Dalam uji materi ini, pegawai KPK menilai pembentukan hak angket itu tak sesuai dengan Pasal 79 ayat (3) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dupla Kartini