JAKARTA. Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan bahwa pasal pemberian wewenang kepada pemerintah untuk menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi dalam Undang-Undang(UU) Nomor 4 Tahun 2012 tidak bertentangan dengan konstitusi. Menurut MK, telah terjadi perubahan dan perkembangan pada faktor internal dan eksternal, sehingga asumsi dasar ekonomi makro yang digunakan dalam APBN 2012 sudah tidak relevan dan perlu disesuaikan. Putusan MK ini terkait uji materi Pasal 7 ayat 1, Pasal 7 ayat 6a, dan Pasal 15 A Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2012 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2011 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2012 tidak bertentangan dengan UUD 1945. Pemohon judicial review antara lain Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI), Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI), dan Federasi Serikat Buruh Indonesia (FSBI). Asal tahu saja, pemohon beranggapan bahwa pemerintah tidak diperbolehkan menyandarkan jumlah subsidi BBM dengan mekanisme pasar dan tidak sesuai dengan amanat Pasal 33 ayat 2 dan ayat 3 UUD 1945. Hal demikian mengakibatkan kerugian bagi buruh dan masyarakat Indonesia pada umumnya karena BBM bersubsidi tidak akan memberikan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat.
MK menilai, tingkat inflasi dalam tahun 2012 diperkirakan akan mencapai 6,8%, lebih tinggi bila dibandingkan dengan laju inflasi yang ditetapkan APBN 2012. Nilai tukar rupiah dalam tahun 2012 diperkirakan mencapai Rp 9.000 per satu dolar Amerika Serikat(AS), karena didorong oleh ketidakpastian ekonomi global.