MK menyidang aturan pesangon bagi PHK sukarela



JAKARTA. Pasal pemutusan hubungan kerja (PHK) dalam Undang-Undang (UU) Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan bisa menyebabkan multitafsirĀ  yang cenderung merugikan hak-hak buruh. PHK seakan-akan menjadi hak istimewa perusahaan, bukan karyawan.

Atas dasar itulah, Dunung Wijanarko dan Wawan Adi Dwi Yanto yang merupakan karyawan PT ABB Transmission and Distribution mendaftarkan uji materi pasal 163 ayat 1 UU Ketenagakerjaan ke Mahkamah Konstitusi (MK). Rabu (19/12), MK menggelar sidang perdana judicial review ketentuan itu. Pemohon menilai aturan itu bertentangan dengan Undang Undang Dasar (UUD) 1945.

Pemohon merasa dirugikan oleh perusahaan yang menolak keinginan pekerja di-PHK akibat kebijakan perusahaan bergabung atau merger dengan perusahaan lain pada 1 Januari 2011 lalu. Sanjaya Samosir, kuasa hukum pemohon menjelaskan, kliennya kehilangan haknya akibat ketidaktegasan pengaturan pasal 163 ayat 1 UU Ketenagakerjaan. "Akibatnya, pekerja berpotensi kehilangan hak berupa pesangon karena pengusaha tidak mau mem-PHK pekerja, sehingga dinyatakan mengundurkan diri oleh perusahaan," ujarnya.


Asal tahu saja, aturan tersebut menyatakan bahwa PHK dimungkinkan jika pengusaha tidak bersedia menerima pekerja atau pekerja yang tidak bersedia melanjutkan hubungan kerja. Sikap pengusaha dan pekerja ini harus didasarkan terjadinya perubahan status, merger, peleburan atau perubahan kepemilikan.

Menurut Sanjaya, pengusaha menafsirkan PHK mutlak merupakan hak dari perusahaan. Bagi pekerja yang mengajukan PHK akibat kebijakan merger juga akan kehilangan hak seperti pesangon. "Perusahaan tidak mau mem-PHK tapi minta pekerja mengundurkan diri," jelasnya.

Seharusnya, ketika menuntut PHK, pekerja berhak atas uang pesangon satu kali gaji (pasal 156 ayat 2 UU Ketenagakerjaan), uang penghargaan masa kerja satu kali (pasal 156 ayat 3), dan uang penggantian hak (pasal 156 ayat 4)Sanjaya mengharapkan, MK mengabulkan permohonannya agar pekerja yang mengajukan PHK karena dirugikan oleh kebijakan perusahaan tetap memperoleh pesangon.

Hakim MK, Harjono mengatakan, pemohon diminta untuk menyerahkan perbaikan permohonan maksimal 14 hari ke depan. Harjono menambahkan, pemohon harus menjelaskan secara mendetail terkait poin-poin kerugian atas keberadaan pasal 63 ayat 1 UU Ketenagakerjaan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dadan M. Ramdan