MK minta Ahok perbaiki gugatannya soal Pilkada



JAKARTA.  Mahkamah Konstitusi (MK) meminta Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok memperbaiki gugatan uji materi terkait Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.

Ahok menguji aturan soal kewajiban cuti kampanye bagi calon petahana. Ahok meminta MK menafsirkan kembali Pasal 70 ayat 3 dan 4 UU Pilkada agar calon petahana tidak wajib mengajukan cuti kampanye Pilkada.

Ketua Majelis Hakim Anwar Rusman memberi waktu 14 hari kepada Ahok untuk menyerahkan berkas-berkas permohonan yang sudah diperbaiki.


"Mengingat waktu pendaftaran calon (gubernur) sudah mendekati, kalau tidak salah September, saudara diberi kesempatan untuk memperbaiki permohonan ini selama 14 hari. Lebih cepat lebih bagus supaya bisa diselesaikan," ujar Anwar saat sidang perdana di Gedung MK, Jakarta, Senin (22/8).

Hakim Konstitusi lainnya, I Dewa Gede Palguna mengatakan, ada beberapa hal di dalam berkas gugatan Ahok yang penjelasannya kurang detail. Misalnya, terkait kerugian hak konstitusional.

"Hak konstitusional yang dirugikan itu apa? Bapak sebutkan yang dirugikan adalah hak atas pengakuan, jaminan perlidungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum, itu yang dianggap dirugikan. Persolannya, bapak tidak uraikan lebih jauh, dari sisi mana ketentuan itu dianggap merugikan? Ini mesti jelas," ujar Palguna.

Palguna meminta Ahok menguraikan lebih jelas dan detail alasan gugatan diajukan. Seluruh alasan dan penjelasan itu disebutkan dalam berkas yang sudah direvisi nanti.

Di hadapan majelis hakim, Ahok meminta agar MK memberi penafsiran terkait pasal yang menjelaskan mengenai cuti kampanye bagi calon petahana.

"Saya meminta tafsiran dari pasal tersebut. Saya setuju (petahana) kampanye wajib cuti, tapi cuti adalah hak setiap orang dan saya bisa enggak ambil hak cuti saya dengan konsekuensi tidak berkampanye," kata Ahok.

Ahok mengatakan, dia dipilih untuk menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta selama 60 bulan. Terlebih pada Pilkada DKI Jakarta, aturan yang dipergunakan bagi pemenang adalah 50 persen plus 1.

Di dalam aturan tersebut, calon petahana harus mengambil cuti selama masa kampanye, mulai dari 26 Oktober 2016 hingga 11 Februari 2017, atau selama empat bulan.

"Ini merugikan konstitusi jabatan saya untuk bekerja. Kalau pilkada berlangsung dua putaran, maka saya harus cuti paling tidak enam bulan. Bukan saya meminta Pak majelis hakim yang terhormat untuk tidak cuti kampanye, tapi saya terima konsekuensi tidak berkampanye kalau saya diizinkan boleh tidak cuti," kata Ahok.

Ia menambahkan, masa kampanye bertepatan dengan masa penyusunan anggaran 2017. Sedangkan masa berakhir jabatannya pada Oktober 2017.

Ahok merasa merugi jika tidak ikut mengawasi penyusunan anggaran tersebut. Alasan itulah yang dijadikan Ahok untuk menggugat aturan tersebut.

"Pemohon siap dengan konsekuensi tersebut dengan tidak berkampanye. Pemohon berpendapat, aturan cuti ini telah melanggar hak pemohon sesuai Undang-Undang 1945 untuk mendapat pengakuan, jaminan hukum yang adil, dan perlakuan yang sama di depan hukum," kata Ahok.

Ia berharap majelis hakim menerima dan mengabulkan gugatan dirinya.

"Pemohon menyatakan materi Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 Pasal 70 ayat 3 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak punya kekuatan hukum mengikat. Cuti adalah hak opsional yang dimiliki gubernur dan wagub pada tiap daerah. Kalau hak cuti tidak digunakan, maka yang bersangkutan tidak boleh ikut kampanye pilkada. Mohon putusan yang seadil-adilnya," kata Ahok. (Fachri Fachrudin)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Sanny Cicilia