JAKARTA. Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Hamdan Zoelfa kembali menegaskan hasil keputusan gugatan judicial riview, Pasal 9 ayat 1 huruf a UU No. 15 Tahun 2013 tentang APBN yang mengatur tentang pemberian ganti rugi terhadap korban semburan Lumpur Lapindo.Hamdan mengaku, ada hal yang perlu diluruskan mengenai putusan yang diketok majelis Hakim Konstitusi pada tanggal 26 Maret 2014 tersebut. Menurutnya, putusan tersebut intinya memberi kewenangan kepada pemerintah untuk memastikan semua korban semburan lumpur Lapindo mendapat ganti rugi.Meski demikian, untuk ganti rugi bagi masyarakat yang berada di dalam area terdampak, tetap harus di bayarkan oleh PT Lapindo Brantas. Negara, hanya berkewajiban agar perusahaan menyelesaikan tanggungjawabnya.Sementara yang berada di luar peta terdampak tetap menjadi kewajiban pemerintah, melalui mekanisme Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). "Hal ini perlu diluruskan, karena banyak informasi salah yang berkembang," ujar Hamdan, Jumat (4/4) di Jakarta.Hamdan bilang, justru dengan keputusan ini, pemerintah kini memiliki landasan hukum yang kuat untuk memaksa Lapindo membayar ganti rugi kepada korban. Sebab, selama ini korban mengaku Lapindo tak kunjung menyelesaikan tanggung jawabnya. Ketika ditanya, bentuk tekanan seperti apa yang bisa dilberikan pemerintah, Hamdan menjawabnya itu diserahkan kepada pemerintah.Asal tahu saja, gugatan ini diajukan oleh lima orang korban genangan Lumpur Lapindo. Mereka mengajukan uji materi UU APBN Tahun 2013 karena mereka keberadaan Pasal 9 ayat 1 huruf a UU tersebut dianggap diskriminatif dan bertentangan dengan UUD 1945.Sebab, dalam pasal tersebut negara hanya memberikan ganti rugi kepada korban Lapindo yang berada di luar wilayah Peta Area Terdampak (PAT). Sementara itu, korban yang berada di dalam PAT, hanya mendapatkan ganti rugi dari perusahaan.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
MK minta pemerintah desak Lapindo bayar ganti rugi
JAKARTA. Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Hamdan Zoelfa kembali menegaskan hasil keputusan gugatan judicial riview, Pasal 9 ayat 1 huruf a UU No. 15 Tahun 2013 tentang APBN yang mengatur tentang pemberian ganti rugi terhadap korban semburan Lumpur Lapindo.Hamdan mengaku, ada hal yang perlu diluruskan mengenai putusan yang diketok majelis Hakim Konstitusi pada tanggal 26 Maret 2014 tersebut. Menurutnya, putusan tersebut intinya memberi kewenangan kepada pemerintah untuk memastikan semua korban semburan lumpur Lapindo mendapat ganti rugi.Meski demikian, untuk ganti rugi bagi masyarakat yang berada di dalam area terdampak, tetap harus di bayarkan oleh PT Lapindo Brantas. Negara, hanya berkewajiban agar perusahaan menyelesaikan tanggungjawabnya.Sementara yang berada di luar peta terdampak tetap menjadi kewajiban pemerintah, melalui mekanisme Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). "Hal ini perlu diluruskan, karena banyak informasi salah yang berkembang," ujar Hamdan, Jumat (4/4) di Jakarta.Hamdan bilang, justru dengan keputusan ini, pemerintah kini memiliki landasan hukum yang kuat untuk memaksa Lapindo membayar ganti rugi kepada korban. Sebab, selama ini korban mengaku Lapindo tak kunjung menyelesaikan tanggung jawabnya. Ketika ditanya, bentuk tekanan seperti apa yang bisa dilberikan pemerintah, Hamdan menjawabnya itu diserahkan kepada pemerintah.Asal tahu saja, gugatan ini diajukan oleh lima orang korban genangan Lumpur Lapindo. Mereka mengajukan uji materi UU APBN Tahun 2013 karena mereka keberadaan Pasal 9 ayat 1 huruf a UU tersebut dianggap diskriminatif dan bertentangan dengan UUD 1945.Sebab, dalam pasal tersebut negara hanya memberikan ganti rugi kepada korban Lapindo yang berada di luar wilayah Peta Area Terdampak (PAT). Sementara itu, korban yang berada di dalam PAT, hanya mendapatkan ganti rugi dari perusahaan.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News