MK tak berikan kepastian keputusan gugatan UU MD3



JAKARTA. Ketua Mahkamah Konstitusi, Hamdan Zoelva, tidak memberikan kepastian kapan gugatan terkait pengujian Undang-undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) akan diputuskan. Hamdan mengatakan, majelis akan memusyawarahkan terlebih dahulu hasil dari sidang hari ini yang mendengarkan keterangan saksi dari MPR, DPR, Pemerintah, dan pihak terkait.

"Ini ada 5 permohonan karena itu hari ini tidak ditetapkan dulu jadwal sidangnya setelah dimusyawarahkan majelis akan diberikan kepada masing-masing pihak apakah perkara ini terus akan mendengarkan keterangan saksi dan ahli ataukan bisa juga langsung diputuskan oleh mahkamah," ujar Hamdan sesaat sebelum menutup sidang sidang ketiga pengujian materiil UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang UU MD3, di Gedung MK, Jakarta, Selasa (23/9/2014).

Hamdan mengatakan, hari ini MK telah menerima keterangan yang diberikan oleh para saksi. Nantinya, MK akan mengumumkan kepada masing-masing pihak kapan jadwal sidang selanjutnya akan digelar.


Sementara itu, kuasa hukum dari PDI-P, Andi Asrun mengatakan, pihaknya optimistis bahwa gugatan UU MD3 akan diputuskan sebelum 1 Oktober 2014. Menurut dia, ucapan Hamdan tersebut mengisyaratkan bahwa pada sidang selanjutnya akan diumumkan putusan gugatan UU MD3 tersebut.

"Kami melihat sidang selanjutnya adalah sidang putusan. Dan mahkamah akan mengeluarkan putusan sela," ucap Andi.

Di dalam jalannya sidang UU MD3 hari ini, saksi dari MPR, DPR, pemerintah, serta pihak terkait memberikan keterangan terkait aturan pemilihan pimpinan DPR. MPR melalui perwakilannya mengatakan agar lembaga MPR memiliki kewenangan lebih luas untuk menetapkan tugas MPR dalam memasyarakatkan Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI, dan rancangan pembangunan nasional.

Sementara itu, DPR yang diwakili oleh anggota DPR dari Fraksi Partai Golkar, Aziz Syamsuddin, mengatakan bahwa tidak ditemukan diskriminasi terhadap pemohon. Dia juga mengatakan bahwa pemohon tidak memiliki legal standing yang kuat karena pemohon, yakni PDI-P, ikut membahas UU MD3 ini di parlemen.

Pemerintah, yang diwakili oleh Dirjen Perundang-undangan Kementerian Hukum dan HAM, Mualimin Abdi, menyerahkan tentang legal standing pemohon kepada majelis hakim MK. Abdi juga mengatakan, pemilihan pimpinan DPR bisa dilakukan secara musyawarah mufakat. Namun, jika pemilihan secara musyawarah mufakat tidak tercapai, maka pemilihan bisa dilakukan dengan suara terbanyak. Hal tersebut merupakan cara-cara demokratis yang bisa dilakukan.

Pihak terkait yang diwakili oleh perseorangan, yakni Muhammad Samudji dan Didik Prihantoro, sepakat dengan keterangan yang diberikan DPR bahwa legal standing dari pemohon tidak kuat.

"Argumentasi soal itu prematur," ucap Samudji.

Sementara itu, saksi pihak terkait dari partai Nasdem, Taufik Basari, justru mengatakan bahwa UU MD3 merupakan kepentingan politik jangka pendek. Taufik menilai bahwa fokus dari UU MD3 tersebut bukan dalam semangat penegakan demokrasi.

"Motif politiknya lebih kuat daripada penegakan demokrasi," ucap Taufik.

MK menggelar sidang pengujian Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang UU MD3. MK menggelar lima perkara terkait gugatan UU MD3, yakni perkara nomor 73/PUU-XII/2014, 76/PUU-XII/2014, 79/PUU-XII/2014, 82/PUU-XII/2014, dan perkara nomor 83/PUU-XII/2014. (Fathur Rochman)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie