MK tolak gugatan atas aturan iklan rokok di TV



JAKARTA. Keinginan sejumlah elemen masyarakat untuk menghilangkan aturan yang memperbolehkan penayangan iklan dan promosi rokok di TV lewat Mahkamah Konstitusi (MK) kandas. Dalam sidang putusan uji materi terhadap UU No. 32 Tahun 2002 tentang penyiaran yang dilaksanakan Kamis (9/10) sore, MK akhirnya menolak semua permohonan uji materi masyarakat tersebut untuk seluruhnya.

Sekelompok masyarakat yang terdiri dari sembilan orang, yang diwakili oleh Azas Tigor Nainggolan, pengacara sekaligus Ketua Dewan Transportasi Kota Jakarta beberapa waktu lalu menguji materi Pasal 46 ayat 3 huruf c UU Penyiaran ke MK.

Mereka menilai bahwa keberadaan pasal tersebut bertentangan dan tidak konsisten dengan Pasal 46 ayat 3 huruf b.  Sebab, ketentuan dalam Pasal 36 ayat 3 huruf b mengatur ketentuan bahwa siaran iklan niaga dilarang melakukan promosi terhadap minuman keras atau sejenisnya dan bahan yang mengandung zat adiktif.  Sementara itu, Pasal 36 ayat 3 huruf c justru memperbolehkan iklan dan promosi rokok.


Padahal menurut mereka, rokok adalah salah satu produk yang masuk dalam kategori zat adiktif dan membahayakan kesehatan dan karena itu harus dilarang.  Namun pendapat pemohon tersebut dimentahkan oleh MK.

Dalam pertimbangan putusan yang dibacakan oleh Arief Hidayat, Hakim MK, MK menilai bahwa meskipun rokok dimasukkan ke dalam produk yang mengandung zat adiktif, kandungan zat adiktif dalam rokok tidak setara dengan zat adiktif yang terkandung dalam morfin, opium dan ganja.

Dan persoalan rokok yang mengandung zat adiktif dan kimia membahayakan tersebut tidak berkaitan dengan promosi rokok. Selain itu kata Arief, rokok sampai saat ini juga masih dinyatakan sebagai produk legal yang bahkan iklannya pun juga diatur dalam undang- undang.

"Maka itu, sepanjang rokok belum dinyatakan sebagai produk ilegal, kegiatan promosi rokok harus dipandang sebagai kegiatan yang legal pula, selama promosi dilakukan menurut ketentuan," kata Arief Kamis (9/10).

Sementara itu, Tigor menilai bahwa putusan dan semua pertimbangan yang dipakai MK untuk memutus uji materi yang dia dan teman- temannya ajukan aneh dan tidak masuk akal. Bukan hanya itu saja, dia juga menilai pertimbangan yang dipakai MK tidak jelas dan diskriminatif.

"Tidak jelas, jelas dalam UU Kesehatan rokok masuk dalam kategori mengandung zat adiktif tapi dalam iklan dan promosi itu dibedakan dengan alkohol padahal itu sama," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie