KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan uji formil UU nomor 6 tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) nomor 2 tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang. Pemohon gugatan tersebut adalah 15 serikat buruh/serikat pekerja yang teregistrasi dengan nomor perkara 54/PUU-XXI/2023. "Amar putusan, mengadili, menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya," ujar Ketua MK Anwar Usman saat membacakan putusan, Senin (2/10).
Dalam pertimbangannya, Mahkamah menilai penetapan Perppu 2/2022 merupakan pilihan kebijakan hukum presiden yang sesuai dengan konstitusi dan merupakan satu kesatuan rangkaian dari upaya pembentuk undang-undang dalam melakukan revisi terhadap UU nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Baca Juga: UU Cipta Kerja Dinilai Jadi Bagian Reformasi Struktural untuk Dorong Daya Saing Hal itu pada akhirnya berujung pada diundangkannya UU nomor 6 tahun 2023 sebagai hasil akhir perubahan terhadap UU nomor 11 tahun 2020 sebagaimana diamanatkan dalam Putusan Mahkamah Konstitusi nomor 91/PUU-XVIII/2020. Menurut Mahkamah tidak terdapat pelanggaran terhadap prinsip kedaulatan rakyat, negara hukum, dan jaminan kepastian hukum. Karena proses pembahasan perppu yang menjadi Undang-Undang justru merupakan wujud pelaksanaan kedaulatan rakyat. Sekaligus memberikan kepastian hukum dalam negara yang demokratis. "Dengan demikian, menurut Mahkamah, dalil permohonan para pemohon yang menyatakan Perppu 2/2022 sebagai cikal bakal lahirnya UU 6/2023 telah ditetapkan oleh presiden dengan melanggar Putusan Mahkamah Konstitusi nomor 91/PUU-XVIII/2020 yang memerintahkan pembentuk undang-undang untuk memperbaiki kembali prosedural formal pembentukan UU 11/2020, bukan dengan menerbitkan perppu adalah tidak beralasan menurut hukum," jelas Mahkamah dalam pertimbangannya. Selain itu, menurut Mahkamah, dalil para pemohon yang menyatakan Perppu 2/2022 sebagai cikal bakal lahirnya UU 6/2023 telah ditetapkan oleh presiden dengan melanggar Putusan Mahkamah Konstitusi nomor 91/PUU-XVIII/2020 terkait meaningful participation adalah tidak beralasan menurut hukum.
Baca Juga: Langgar UU Ketenagakerjaan, KSPI Minta Permenaker 5/2023 Dicabut Selanjutnya, dalil permohonan para pemohon yang mempersoalkan Perppu 2/2022 sebagai cikal bakal lahirnya UU 6/2023 telah ditetapkan oleh presiden dengan melanggar hal ihwal kegentingan yang memaksa sesuai dengan parameter yang telah ditentukan dalam pertimbangan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 138/PUU-VII/2009 adalah tidak beralasan menurut hukum. Meski begitu, dalam putusan MK ini, empat dari sembilan hakim konstitusi menyatakan pendapat berbeda (dissenting opinion). Empat hakim konstitusi yang menyatakan pendapat berbeda antara lain Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams, Hakim Konstitusi Saldi Isra, Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih, dan Hakim Konstitusi Suhartoyo. Namun, pendapat berbeda empat hakim konstitusi tidak dibacakan dalam persidangan karena dianggap telah dibacakan. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Handoyo .