JAKARTA. Penuntasan skandal permintaan saham PT Freeport Indonesia yang diduga melibatkan Ketua DPR RI Setya Novanto tampaknya bakal berlarut-larut. Pasalnya, rapat internal Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI hingga Senin (30/11) kemarin belum bisa menghasilkan penetapan jadwal sidang. Bahkan, sejumlah anggota mahkamah sempat meminta peninjauan kembali persoalan syarat kedudukan hukum atau
legal standing pelapor dalam hal ini Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said. Rencananya, pada Selasa (1/12) ini, MKD akan menggelar kembali rapat internal terkait laporan verifikasi serta kembali pembahasan jadwal sidang. Sufmi Dasco Ahmad, Wakil Ketua MKD mengatakan, sampai saat ini mahkamah belum memutuskan laporan Sudirman sebagai suatu perkara yang dapat disidangkan. Sebab, verifikasi alat bukti berupa rekaman dan transkip belum dilakukan.
Menurut dia, terdapat dua hal verifikasi yang akan dilakukan MKD, yakni secara administrasi maupun material. "Kami bukan mau menunda, tapi kami ingin sesuai tata beracara, karena verifikasi alat bukti ini sangat penting," kata dia, Senin (30/11). Dasco mengatakan, untuk verifikasi adminsitrasi diperkirakan akan rampung dalam sehari. Namun, untuk verifikasi material akan memerlukan waktu lebih karena harus mengundang ahli untuk menguji keabsahan alat bukti yang diajukan Sudirman. Rencanya, MKD akan mengajukan permohonan ke Kapolri untuk melakukan verifikasi material tersebut. "Sebagaimana keputusan
legal standing kami mengundang para pakar, validasi rekaman juga kami perlukan," ujar Dasco. Ridwan Bae, anggota MKD mengatakan, justru menilai keputusan rapat MKD pada pekan lalu terkait legal standing pelapor yang tidak sesuai prosedur. "Yang disepakati akan dimintai keterangan mengenai legal standing kan ahli bahasa dan ahli tata negara, tapi kenapa hanya ahli tata bahasa saja yang datang lalu dibuat keputusan," kata dia. Sebab itu, kata Ridwan, pihaknya akan memperjuangkan agar MKD tertib administrasi terkait persoalan legal standing. Menurut dia, sebelum persoalan ini tuntas, mahkamah tidak bisa melangkah lebih jauh seperti penetapan jadwal sidang dan pemanggilan saksi-saksi. Junimart Girsang, Wakil Ketua MKD menyesalkan alotnya pembahasan ini. Sebab hal tersebut sudah diputuskan pada awal pekan lalu, sehingga menganggu rencana rapat yang semula untuk memutuskan jadwal sidang. Terkait usulan pembentukan panel ad hoc, Junimat menjelaskan, hal itu akan diputuskan setelah sidang kode etik ketua DPR terkait dugaan permintaan saham Freeport dan pembangkit listrik digelar MKD. "Panel ad hoc juga belum dibicarakan, nanti setelah penjadwalan dan ada indikasi bahwa sanksi yang diberikan bisa berupa pemberhentian terhadap anggota," ujar Junimart. Sebelumnya, sejumlah pengamat mengharapkan sidang MKD merupakan momendum DPR untuk bersih-bersih para pemburu rente dari kalangan dewan. Ikrar Nusa Bakti, pengamat hukum LIPI berharap, pelaksanaan sidang MKD dapat dilakukan secara terbuka sehingga masyarakat bisa langsung memantau proses tersebut.
Selain itu, Bivitri Susanti, Peneliti PSHK menjelaskan, MKD DPR RI juga bisa melibatkan masyarakat dengan membentuk panel ad hoc yang dapat membantu alat kelengkapan ini menuntaskan kasus-kasus besar. Menurutnya, dugaan pelanggaran kode etik tersebut sudah bisa berdampak pada pemberhentian anggota serta adanya dugaan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Panel ad hoc beranggotakan tujuh personalia yang terdiri dari tiga anggota MKD dan empat wakil masyarakat. "Hal ini tergantung dengan keputusan MKD, namun yang terpenting sidang di sana harus dilakukan secara terbuka," kata dia. Muhammad Yazid Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Sanny Cicilia