KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT MNC Energy Investments Tbk (
IATA) pada tahun 2022 mengubah usaha dari emiten pengangkutan udara niaga dan jasa angkutan udara, menjadi bidang investasi dan perusahaan induk, khususnya di sektor pertambangan batu bara. Sejalan dengan itu, IATA menargetkan produksi batu bara sekitar 7 juta metric ton (MT) dengan pendapatan US$ 350 juta di tahun 2023. Head of Investor Relations MNC Energy Investments Natassha Yunita mengatakan, dampak perubahan bidang usaha yang baru memberikan hal yang luar biasa dalam kinerja IATA yang tercermin dalam laporan keuangan. "Kinerja gemilang IATA tidak lepas dari langkah manajemen menajamkan fokus investasi di sektor energi," kata Natassha kepada Kontan.co.id, Selasa (17/1).
IATA berhasil mencatatkan pendapatan sebesar US$ 166,6 juta hingga November 2022. Pendapatan MNC Energy melonjak 130,2%
year-on-year (YoY) dari US$ 72,4 juta tahun 2021.
Baca Juga: MNC Energy Investments (IATA) Incar Pendapatan US$ 350 Juta di Tahun Ini Menurut Natassha, angka tersebut bahkan mengalahkan kinerja di 2021 dengan selisih yang signifikan, yaitu naik sebesar 110,5% jika dibandingkan dengan keseluruhan kinerja 2021 sebesar US$ 79,1 juta. Sementara, EBITDA MNC Energy pada Januari-November 2022 tumbuh positif 127,6% mencapai US$ 66,3 juta. EBITDA MNC Energy pada periode yang sama tahun lalu sebesar US$ 29,1 juta. Hal tersebut menjadikan laba bersih IATA naik 100,1% YoY menjadi US$ 45,8 juta dalam periode yang sama pada 2022. Laba IATA periode yang sama tahun lalu mencapai US$ 22,9 juta.
Baca Juga: Masa Transisi Unitlink akan Selesai, Ini Strategi Pengelolaan Investasinya Natassha mengatakan bahkan jika dibandingkan dengan sepanjang tahun 2021, kinerja 11 bulan 2022 IATA jauh mendominasi. Tercermin dari, EBITDA MNC Energy yang melambung hingga 468.3% dari US$ 11,7 juta menjadi US$ 66,3 juta. Alhasil, laba bersih MNC Energy melesat 729,1%, dari US$ 5,5 juta pada Desember 2021 menjadi US$ 45,8 juta dalam 11 bulan tahun 2022. Dari sisi neraca, total aset IATA meningkat 107,4% dari US$ 99,9 juta pada 2021 menjadi US$ 207,2 juta pada 11 bulan 2022. Sehingga total ekuitas pada 11 bulan 2022 juga tercatat positif sebesar US$ 89,0 juta setelah sempat negatif efek konsolidasi akuisisi PT Bhakti Coal Resources (BCR).
Baca Juga: Tren Harga Batubara Masih Tetap Hot, Saham Emiten Penambang Kian Melambung Natassha mengatakan IATA masih akan terus menggenjot produksi, memanfaatkan momentum tingginya permintaan dan harga batu bara di pasar internasional. IATA menargetkan produksi batu bara IATA akan melebihi 7 juta metrik ton. Dengan asumsi harga batu bara US$ 50 per metrik ton, pendapatan IATA bisa mencapai US$ 350 juta. "Angka tersebut akan terus meningkat seiring bertambahnya IUP yang beroperasi dan kemampuan Perseroan untuk mendapatkan kontrak pembelian batu bara," tutur Natassha. IATA memiliki cadangan batu bara sebanyak 332 juta metrik ton dari 20% keseluruhan area penambangan seluas 72.478 Ha. Natassha menambahkan IATA aktif mengeksplorasi 59.035 Ha area yang diyakini memiliki cadangan terbukti hingga 600 juta metrik ton untuk semua IUP. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Wahyu T.Rahmawati