TAMBUN. Sukses menggulirkan program kendaraan bermotor hemat bahan bakar dan harga terjangkau (KBH2) alias LCGC, Pemerintah Indonesia masih menyisakan program lain yakni mobil beremisi rendah (LEC), yang tergabung dalam payung regulasi Peraturan Pemerintah Nomor 41 tahun 2013. Di dalamnya, salah satunya bertujuan mendorong Indonesia menjadi basis produksi kendaraan berteknologi tinggi yang ramah lingkungan, antara lain hibrida. Tapi, upaya pemerintah menghadirkan mobil-mobil berteknologi tinggi yang ramah lingkungan ini sepertinya masih butuh proses lebih panjang. Menteri Perindustrian, MS Hidayat, mengatakan, teknologi mobil hibrida masih mahal, sehingga masih belum terjangkau masyarakat di Indonesia. "Harganya terpaut sampai 40% dari mobil biasa, sekarang kita lagi pelajari bagaimana mengurangi tingkat harga itu," jelas Hidayat di Tambun, Jawa Barat, Kamis (5/6). ToyotaSaat ini, Toyota merupakan salah satu produsen mobil yang sudah menyatakan minat untuk memproduksi mobil hibrida di Indonesia. Tapi, merek mobil terbesar di dunia itu masih "tarik ulur" sambil menunggu insentif yang kongret dari Pemerintah Indonesia. Budi Darmadi, Dirjen Industri Unggulan Berbasis Teknologi Tinggi Kementerian Perindustrian, menjelaskan, tingginya banderol mobil hibrida di pasar disebabkan karena menggunakan dua mesin sekaligus, konvensional dan motor listrik. Selain itu, komponen utama berupa baterai dan motor listrik juga masih mahal."Sebenarnya rencana insentifnya sudah ada, diskonnya disiapkan 25% dari pajak (PPnBM) yang berlaku artinya produsen akan mendapat diskon 2,5% saja. Kalau perbedaan harga mobil hibrida dan konvesional saja 40%, jadi masih belum nutup," celoteh Budi.Artinya, jika insentif digulirkan, harga mobil hibrida masih tetap akan mahal begitu sampai ke tangan konsumen. Membuat program populasi mobil ramah lingkungan juga kurang efektif, karena hanya sebagain kecil orang yang bisa menjangkaunya.KomitmenSejak dikeluarkannya PP Nomor 41 tahun 2013 tentang Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah Berupa Kendaraan Bermotor yang Dikenai Pajak Penjualan Barang Mewah, belum ada komitmen yang masuk dari prinsipal otomotif dunia untuk mengembangkan kendaraan ramah lingkungan selain LCGC."Bagaimana mau bikin juklak, sampai sekarang saja belum ada yang daftar," tukas Budi. Selain diskon Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM), pemerintah juga menyediakan insentif berupa pinjaman pajak pendapatan (tax allowance) bagi perusahaan yang berniat investasi. Jika, kedua insentif ini menjanjikan, tentu prinsipal otomotif akan berbondong-bondong masuk ikut dalam program, seperti lima merek Jepang pada program LCGC."Masalah utamanya, karena teknologi mobil hibrida itu yang masih mahal, butuh waktu dua sampai tiga tahun lagi, sambil menunggu komponen yang lebih murah. Kalau harga lebih murah jadi 20%-25% dari mobil konvensional baru mungkin bisa jalan," tutup Budi. (Agung Kurniawan)Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Mobil Hirbida masih mahal untuk Indonesia
TAMBUN. Sukses menggulirkan program kendaraan bermotor hemat bahan bakar dan harga terjangkau (KBH2) alias LCGC, Pemerintah Indonesia masih menyisakan program lain yakni mobil beremisi rendah (LEC), yang tergabung dalam payung regulasi Peraturan Pemerintah Nomor 41 tahun 2013. Di dalamnya, salah satunya bertujuan mendorong Indonesia menjadi basis produksi kendaraan berteknologi tinggi yang ramah lingkungan, antara lain hibrida. Tapi, upaya pemerintah menghadirkan mobil-mobil berteknologi tinggi yang ramah lingkungan ini sepertinya masih butuh proses lebih panjang. Menteri Perindustrian, MS Hidayat, mengatakan, teknologi mobil hibrida masih mahal, sehingga masih belum terjangkau masyarakat di Indonesia. "Harganya terpaut sampai 40% dari mobil biasa, sekarang kita lagi pelajari bagaimana mengurangi tingkat harga itu," jelas Hidayat di Tambun, Jawa Barat, Kamis (5/6). ToyotaSaat ini, Toyota merupakan salah satu produsen mobil yang sudah menyatakan minat untuk memproduksi mobil hibrida di Indonesia. Tapi, merek mobil terbesar di dunia itu masih "tarik ulur" sambil menunggu insentif yang kongret dari Pemerintah Indonesia. Budi Darmadi, Dirjen Industri Unggulan Berbasis Teknologi Tinggi Kementerian Perindustrian, menjelaskan, tingginya banderol mobil hibrida di pasar disebabkan karena menggunakan dua mesin sekaligus, konvensional dan motor listrik. Selain itu, komponen utama berupa baterai dan motor listrik juga masih mahal."Sebenarnya rencana insentifnya sudah ada, diskonnya disiapkan 25% dari pajak (PPnBM) yang berlaku artinya produsen akan mendapat diskon 2,5% saja. Kalau perbedaan harga mobil hibrida dan konvesional saja 40%, jadi masih belum nutup," celoteh Budi.Artinya, jika insentif digulirkan, harga mobil hibrida masih tetap akan mahal begitu sampai ke tangan konsumen. Membuat program populasi mobil ramah lingkungan juga kurang efektif, karena hanya sebagain kecil orang yang bisa menjangkaunya.KomitmenSejak dikeluarkannya PP Nomor 41 tahun 2013 tentang Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah Berupa Kendaraan Bermotor yang Dikenai Pajak Penjualan Barang Mewah, belum ada komitmen yang masuk dari prinsipal otomotif dunia untuk mengembangkan kendaraan ramah lingkungan selain LCGC."Bagaimana mau bikin juklak, sampai sekarang saja belum ada yang daftar," tukas Budi. Selain diskon Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM), pemerintah juga menyediakan insentif berupa pinjaman pajak pendapatan (tax allowance) bagi perusahaan yang berniat investasi. Jika, kedua insentif ini menjanjikan, tentu prinsipal otomotif akan berbondong-bondong masuk ikut dalam program, seperti lima merek Jepang pada program LCGC."Masalah utamanya, karena teknologi mobil hibrida itu yang masih mahal, butuh waktu dua sampai tiga tahun lagi, sambil menunggu komponen yang lebih murah. Kalau harga lebih murah jadi 20%-25% dari mobil konvensional baru mungkin bisa jalan," tutup Budi. (Agung Kurniawan)Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News