KONTAN.CO.ID - Kendaraan tanpa awak atau self driving diperkirakan membawa berkah bagi industri restoran dan bar yang menyajikan minuman beralkohol. Riset yang dilakukan Morgan Stanley mengatakan dalam waktu sepuluh tahun ke depan, penjualan minuman berakohol bakal tumbuh hingga 80 basis poin (bps). Mobil otomatis dengan teknologi self driving dapat mengatasi pengemudi yang dalam kondisi mabuk atau tidak sehat saat berkendara. Bahkan, saham restoran menjual bir pun bakal berkibar. Analis Morgan Stanley Adam Jonas dalam laporannya berjudul "Kendaraan Otonom Solusi Minum dan Berkendara" yang dipublikasikan pada Kamis (7/9) menjelaskan bahwa mobil tanpa sopir membawa banyak pengaruh positif bagi masyarakat dan dunia bisnis. Jonas menyebut bahwa mobil self driving memberikan jaminan baru bagi para pengemudi untuk tetap selamat sampai tujuannya meskipun dalam kondisi mabuk. Sekaligus memberi peluang bagi industri minuman alokohol premium dan bir kembali berbuih. Setelah selama ini tertekan aturan di sejumlah negara tentang larangan mengemudi dalam keadaan mabuk. Bahkan perusahaan restoran yang sahamnya tercatat, akan diminati lebih banyak investor. Sebab menurut Morgan Stanley restoran seperti: BJ's Restaurants, Buffalo Wild Wings dan Brinker akan mendapatkan keuntungan hingga 10% sampai 20% dari penjualan minuman beralkohol. Selain itu, merek yang menjual bir premium dan minuman keras juga akan mendapatkan keuntungan paling banyak. Perusahaan induk Corona, Constellation Brands, penyortir wiski Inggris Diageo, dan perusahaan milik negara China Kweichow Moutai turut akan mengalami lonjakan bisnis. Laporan Morgan Stanley yang dikutip Financial Times menyebut bahwa saat ini pasar total addresable market (TAM) minuman alkohol secara global mencapai US$ 1,5 triliun per hari ini dengan asumsi jumlah peminum mencapai 1,4 triliun dengan harga minuman US$ 1,33 per sekali minum. Dalam sepuluh tahun ke depan diperkirakan pertumbuhan pasar alkohol TAM bisa mencapai 80 basis poin atau sebesar 2,2% per tahun. Asumsi firma asal Amerika Serikat tersebut, setiap pengemudi biasanya menenggak minuman beralkohol satu kali seminggu. Namun pengemudi yang berada di kota-kota dengan tingkat mobilitas yang tinggi cenderung mengkonsumsi minuman lebih dari satu kali per minggu. Jika, kendaraan self driving ini meledak pada tahun 2015 maka total pasar minuman beralkohol TAM akan lebih besar. Jonas memperkirakan saat ini masyarakat dunia menghabiskan waktunya hingga 600 miliar jam berada di dalam mobil. Lebih dari separuhnya atau sekitar 380 miliar jam diisi oleh para penumpang yang baru saja menenggak minuman beralkohol. Di sisi lain, tidak hanya mampu menggerakkan ekonomi. Teknologi self driving juga dapat menekan kerugian yang terjadi karena kecelakaan lalu lintas akibat alkohol. Berkaca atas kondisi di Amerika Serikat (AS) dimana angka kematian akibat alkohol menyumbang 29% dalam total angka kecelakaan lalu lintas. Pada tahun 2015, Center for Disease Control and Prevention (CDC) AS menyebut bahwa kerugian ekonomi akibat kecelakaan lalu lintas lebih dari US$ 44 miliar.
Mobil otomatis panaskan laba bisnis alkohol
KONTAN.CO.ID - Kendaraan tanpa awak atau self driving diperkirakan membawa berkah bagi industri restoran dan bar yang menyajikan minuman beralkohol. Riset yang dilakukan Morgan Stanley mengatakan dalam waktu sepuluh tahun ke depan, penjualan minuman berakohol bakal tumbuh hingga 80 basis poin (bps). Mobil otomatis dengan teknologi self driving dapat mengatasi pengemudi yang dalam kondisi mabuk atau tidak sehat saat berkendara. Bahkan, saham restoran menjual bir pun bakal berkibar. Analis Morgan Stanley Adam Jonas dalam laporannya berjudul "Kendaraan Otonom Solusi Minum dan Berkendara" yang dipublikasikan pada Kamis (7/9) menjelaskan bahwa mobil tanpa sopir membawa banyak pengaruh positif bagi masyarakat dan dunia bisnis. Jonas menyebut bahwa mobil self driving memberikan jaminan baru bagi para pengemudi untuk tetap selamat sampai tujuannya meskipun dalam kondisi mabuk. Sekaligus memberi peluang bagi industri minuman alokohol premium dan bir kembali berbuih. Setelah selama ini tertekan aturan di sejumlah negara tentang larangan mengemudi dalam keadaan mabuk. Bahkan perusahaan restoran yang sahamnya tercatat, akan diminati lebih banyak investor. Sebab menurut Morgan Stanley restoran seperti: BJ's Restaurants, Buffalo Wild Wings dan Brinker akan mendapatkan keuntungan hingga 10% sampai 20% dari penjualan minuman beralkohol. Selain itu, merek yang menjual bir premium dan minuman keras juga akan mendapatkan keuntungan paling banyak. Perusahaan induk Corona, Constellation Brands, penyortir wiski Inggris Diageo, dan perusahaan milik negara China Kweichow Moutai turut akan mengalami lonjakan bisnis. Laporan Morgan Stanley yang dikutip Financial Times menyebut bahwa saat ini pasar total addresable market (TAM) minuman alkohol secara global mencapai US$ 1,5 triliun per hari ini dengan asumsi jumlah peminum mencapai 1,4 triliun dengan harga minuman US$ 1,33 per sekali minum. Dalam sepuluh tahun ke depan diperkirakan pertumbuhan pasar alkohol TAM bisa mencapai 80 basis poin atau sebesar 2,2% per tahun. Asumsi firma asal Amerika Serikat tersebut, setiap pengemudi biasanya menenggak minuman beralkohol satu kali seminggu. Namun pengemudi yang berada di kota-kota dengan tingkat mobilitas yang tinggi cenderung mengkonsumsi minuman lebih dari satu kali per minggu. Jika, kendaraan self driving ini meledak pada tahun 2015 maka total pasar minuman beralkohol TAM akan lebih besar. Jonas memperkirakan saat ini masyarakat dunia menghabiskan waktunya hingga 600 miliar jam berada di dalam mobil. Lebih dari separuhnya atau sekitar 380 miliar jam diisi oleh para penumpang yang baru saja menenggak minuman beralkohol. Di sisi lain, tidak hanya mampu menggerakkan ekonomi. Teknologi self driving juga dapat menekan kerugian yang terjadi karena kecelakaan lalu lintas akibat alkohol. Berkaca atas kondisi di Amerika Serikat (AS) dimana angka kematian akibat alkohol menyumbang 29% dalam total angka kecelakaan lalu lintas. Pada tahun 2015, Center for Disease Control and Prevention (CDC) AS menyebut bahwa kerugian ekonomi akibat kecelakaan lalu lintas lebih dari US$ 44 miliar.