Modal bank akan lebih murni



JAKARTA. Bank Indonesia (BI) akan menerapkan Basel III mulai Januari 2013. Aturan baru ini menyebabkan modal perbankan menjadi lebih murni dan kuat. Pemenuhan modal berlangsung secara bertahap hingga tahun 2019.

Pejabat BI, Wimboh Santoso mengatakan, penyusunan aturan ini belajar dari pengalaman krisis ekonomi tahun 2008-2009. Berdasarkan penelitian negara anggota G-20, saat masa-masa sulit itu, tidak semua modal yang diakui Basel II mampu menyerap risiko yang dihadapi bank.

Contohnya, modal tier III atau modal pendukung tambahan. "Aturan penerapan Basel III akan lebih ketat dan mengandalkan kualitas core capital," ujarnya beberapa waktu lalu.


Dalam aturan baru, rasio kecukupan modal bank atau capital adequacy ratio (CAR) tetap 8%. Tapi, modal disetor (common equty) minimum 4,5%, modal pendukung (tier II) maksimal 2% dan modal penunjang (buffer) 2%.

Untuk memenuhi ketentuan ini, bank wajib memakai modal disetor atau modal inti laba ditahan atau penawaran saham baru (rights issue). "Sudah tidak zamannya lagi menggunakan subdebt sebagai tier II. Dulu modal tier II boleh mencapai 50%, artinya bila membutuhkan modal Rp 100 miliar, sebesar Rp 50 miliar boleh menggunakan tier II. Sekarang dibatasi maksimal 2% saja," tambahnya.

Basel III juga menuntut bank membentuk modal counter cyclical sebesar 0%-2,5%. Namun, bank hanya wajib memenuhi ketentuan ini jika ada ancaman krisis. BI akan mendasarkan perhitungan modal pada pertumbuhan ekonomi nasional dan kontribusi kredit terhadap produk domestik bnuto (PDB). "Bila pencadangan untuk antisipasi kenaikan NPL dan debitur gagal bayar, counter cyclical untuk kepentingan makro ekonomi," tambah Wimboh.

Berdasarkan penelitian BI, semua bank besar di Indonesia mampu memenuhi permodalan tersebut. Akhir Desember 2011, CAR perbankan mencapai 17%. Dari jumlah itu antara 15%-16% merupakan gabungan modal tier I dan common equity. "Selama ini BI selalu mensyaratkan bank untuk memiliki modal minimal 12,5%, bila kurang dari itu biasanya pengawas meminta bank menaikkan permodalannya," ujar Ketua Tim Basel BI, Himansyah pekan lalu.

Presiden Direktur Bank Central Asia (BCA), Jahja Setiaatmadja mengatakan, bank mampu memenuhi aturan, karena rata-rata permodalan masih 17% dan lebih mengandalkan modal inti sebagai penyokong. "Bank memilih menggunakan laba ditahan sebagai permodalan, karena laba bank cukup tinggi, meski harus dikurangi deviden," ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Asnil Amri