Modal, kendala bank syariah



Salah satu faktor utama kenapa perbankan syariah sulit berkembang adalah karena permodalan yang terbatas. Makanya kehadiran investor baru akan menjadi angin segar bagi perbankan syariah.

Pasalnya, bank syariah membutuhkan modal baru untuk meningkatkan ekspansi aset, pembiayaan dan dana pihak ketiga (DPK) di tahun-tahun mendatang.

Setidaknya saya mencatat akan ada empat investor yang berkomitmen untuk menyuntikkan modal ke bank syariah. Investor ini datang dari pemilik lama maupun calon pemilik baru di bank syariah.


Pemodal yang masuk sebagai investor strategis maupun investor saham, akan sama-sama menguntungkan, karena mereka datang membawa dana besar di tengah rasio modal ketat pada bank syariah.

Nah, perbankan syariah baru akan menikmati modal ini memasuki kuartal II tahun 2018. Jadi, bank syariah akan mulai berlari pada awal tahun 2019, karena  konsolidasi internal baru berlangsung pasca investor baru masuk.

Investor baru di perbankan memiliki punya banyak tantangan. Misal, perbankan syariah memiliki rasio pembiayaan bermasalah yang tinggi sehingga menyebabkan perlambatan pembiayaan.

Di sini, pemegang saham harus dapat mengarahkan bank syariah berjalan sesuai dengan kemampuan bisnis mereka. Segmen pembiayaan yang menjadi andalan perbankan syariah adalah pembiayaan konsumer, usaha kecil dan menengah (UKM) dan mikro.

Sedangkan pembiayaan  bagi korporasi, hal yang cukup sulit dilakukan bank syariah. Sebab, tentu dibutuhkan modal besar dalam pembiayaan korporasi agar tidak terjadi kenaikan rasio pembiayaan bermasalah.

Ke depan, saya memperkirakan, industri perbankan syariah akan terus tumbuh sejalan dengan pertumbuhan bank konvensional. Hingga Juli 2017, bank syariah katagori bank umum kegiatan usaha (BUKU) I hingga BUKU III, mencatat pembiayaan sebesar Rp 184,27 triliun dan dana pihak ketiga (DPK) senilai Rp 227,96 triliun.           

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Tri Adi