KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tak hanya ingin industri perbankan memiliki modal yang kuat tetapi juga agar bisa lebih efisien dalam memberikan layanan kepada masyarakat. Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan Dian Ediana Rae menyatakan arah kebijakan OJK ke depannya untuk perbankan tidak hanya dampak ekonomi global. Ia melihat struktur pasar perbankan belum efisien. “Harus ada upaya-upaya untuk memperbaiki struktur pasar perbankan kita. Meski secara umum, kinerja perbankan sangat bagus, tapi kita harus meningkatkan efisiensi dan integritas perbankan kita untuk hadapi tantangan yang semakin berat di kemudian,” ujar Dian secara virtual, Selasa (17/1).
Baca Juga: Himbara akan Dukung Hilirisasi Industri yang Berbasis Ekstraksi Sumber Daya Alam Ia menyatakan, upaya penguatan modal Rp 3 triliun untuk bank umum konvensional dan syariah hampir semuanya memenuhi ketentuan. Ia mengatakan hanya ada satu bank umum yang tidak bisa memenuhi ketentuan ini sehingga turun kelas menjadi BPR. Bank tersebut adalah Bank Prima Master. Bank ini hanya memiliki modal inti sebesar Rp 257,3 miliar per September 2022. Menurut Dian, OJK akan melanjutkan konsolidasi dan penguatan modal baik bagi bank syariah, bank pembangunan daerah (BPD), hingga bank perkreditan rakyat (BPR). OJK mengakui margin bunga bersih atau
net interest margin (NIM) bank tanah air cukup tinggi. Kendati demikian, bank harus bisa memanfaatkan pemulihan ekonomi yang membutuhkan sistem keuangan yang berjalan dengan baik. Adapun NIM industri perbankan per November 2022 di level 4,70% meningkat dibandingkan Desember 2020 yang ada di posisi 4,32% dan Desember 2021 pada level 4,51%. “Ini terkait efisiensi dan integritas. Efisiensi ini berkaitan dengan penetapan suku bunga apakah sudah mencerminkan efisiensi bank atau tidak. Lalu apakah masyarakat sudah bisa mendapatkan layanan perbankan lebih murah,” jelasnya Terkait struktur pasar perbankan, OJK akan melakukan tes kebutuhan ekonomi terhadap industri perbankan untuk masing-masing jenis bank mulai dari bank umum, BPD, hingga BPR. Sedangkan penguatan integritas karena industri jasa keuangan Indonesia harus mengikuti standar internasional seperti penipuan seperti
fraud, anti pencucian uang, dan terorisme. "Ini akan dilakukan secara sistemik akan tetapkan
based practice. Begitupun untuk IT, apa yang diterapkan, sehingga kita deteksi kejahatan ekonomi. Kita akan jadikan perbankan bersih dan bermusuhan dari segala kejahatan ekonomi,” jelasnya.
Baca Juga: Ekonom Ungkap Dampak Ancaman Resesi Terhadap Rasio LAR Perbankan Berdasarkan data OJK, pada November 2022 kredit perbankan tumbuh 11,16% secara tahunan, sedangkan penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) tumbuh sebesar 8,78%. "Tingkat pertumbuhan kredit dan DPK tersebut telah mencatatkan tingkat pertumbuhan yang melebihi level pra-pandemi Covid-19 dengan indikator risiko perbankan yang terjaga," jelas Dian. Perkembangan perbankan yang baik juga tercermin dari kondisi likuiditas yang
ample tercermin dari rasio AL/NCD dan AL/DPK masing-masing sebesar 134,97% dan 30,42%.
Rasio likuiditas tersebut masih jauh di atas
threshold, walaupun lebih rendah dari periode tahun lalu karena akselerasi penyaluran kredit dan kebijakan kenaikan rasio GWM. Permodalan bank juga tergolong kuat dan diyakini mampu menyerap risiko yang dihadapi dengan CAR sebesar 25,49%. Risiko kredit cenderung menurun tercermin dari rasio NPL baik
gross dan
net masing-masing sebesar 2,65% dan 0,75%, sementara
loan at risk sebesar 15,12%. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Herlina Kartika Dewi