KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat, realisasi pengembalian pajak atau restitusi pajak mengalami peningkatan di awal tahun. Sampai akhir Januari 2024, realisasi restitusi pajak secara agregat mencapai Rp 30,88 triliun atau meningkat 182,67% secara tahunan alias year on year (YoY). "Kenaikan realisasi restitusi ini merupakan dampak moderasi harga komoditas yang mengakibatkan Wajib Pajak memerlukan cashflow sehingga terjadi peningkatan restitusi," ujar Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat DJP Kemenkeu, Dwi Astuti kepada Kontan.co.id, Senin (4/3).
Pengamat Pajak Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar mengatakan bahwa pelemahan sektoral perkebunan dan pertambangan akibat melemahnya harga komoditas membuat Wajib Pajak membutuhkan cashflow agar perusahaan memiliki likuditas yang cukup. "Ini lah yang kemudian mendorong perusahaan mengajukan permohonan restitusi," ujar Fajry kepada Kontan.co.id, Senin (4/3).
Baca Juga: Realisasi Restitusi Pajak Naik pada Awal Tahun, Ini Penyebabnya Namun, dirinya melihat pelemahan harga komoditas ini hanya terjadi secara sektoral, mengingat sektor pertambangan hanya berkontribusi 9,4% terhadap penerimaan pajak pada tahun lalu. "Kecuali jika pelemahan harga komoditas sampai berdampak ke industri pengolahan dan perdagangan, itu baru merambat ke ekonomi secara umum," katanya. Meski begitu, Fajry mengingatkan bahwa kondisi tersebut menjadi sinyal peringatan dini (early warning signal) jika harga komoditas terus mengalami penurunan dan berdampak ke penerimaan pajak. "Terlebih, pemerintahan baru sudah ancang-ancang untuk memenuhi janji politiknya, ada defisit yang perlu dijaga," imbuhnya. Sebagai informasi, realisasi restitusi pada periode laporan didominasi oleh restitusi pajak pertambahan nilai dalam negeri (PPN DN) sebesar Rp 26,63 triliun, atau meningkat 220,96% YoY. Restitusi yang didominasi dari PPN DN ini sejalan dengan tren penerimaan PPN DN yang positif akibat kuatnya konsumsi dalam negeri dan resilientnya ekonomi Indonesia dalam jangka panjang. Direktur Eksekutif Pratama-Kreston Tax Research Institute (TRI) Prianto Budi Saptono mengatakan, PPN DN ini berkaitan dengan transaksi lokal di dalam daerah pabean. Jika restitusi PPN DN terjadi di Januari 2024, maka sumber restitusinya dapat berasal dari restitusi tahunan untuk periode Januari-Desember 2022 yang diperiksa di tahun 2023 dan cair di Januari 2024. Selain itu, dapat juga berasal dari restitusi bulanan lantaran transaksi dengan pemungut PPN, seperti instansi pemerintah, kontraktor hulu migas, Badan Usaha Milik Negara, dan badan usaha tertentu yang ditunjuk sebagai pemungut PPN. "Dampaknya adalah penerimaan pajak yang sudah terkumpul di Januari harus dikurangi dulu dengan restitusi yang cair. Dengan demikian, secara penerimaan pajaknya akan turun," ujar Prianto kepada Kontan.co.id, Senin (4/3).
Baca Juga: Efek Moderasi Harga Komoditas, Restitusi Pajak Capai Rp 30,88 Triliun pada Awal Tahun Selain PPN DN, restitusi pada periode laporan juga berasal dari restitusi Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25/29 sebesar Rp 3,74 triliun, atau meningkat 163,49% YoY. Prianto menambahkan, kondisi tersebut menunjukkan bahwa PPh Badan 2022 lebih kecil (<) dibandingkan kredit pajak sehingga Wajib Pajak Badan mengajukan restitusi tahunan.
Nah, jika restitusi cair dari PPh Badan di Januari 2024, ini berarti bahwa pemeriksaan untuk uji kepatuhan PPh Badan berlangsung di 2023. "Hasilnya memang berupa PPh Badan lebih bayar di Desember 2023, lalu restitusi cair di Januari 2024," katanya. Kemudian, ada juga restitusi pajak lainnya yang tercatat sebesar Rp 513,53 miliar atau turun 57,52% YoY. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Khomarul Hidayat