JAKARTA. Hari ini (9/8) hingga 11 September 2013, para perajin tahu tempe akan mogok memproduksi tahu tempe. Mereka pun siap menanggung rugi besar akibat penghentian tersebut. Gabungan Koperasi Produsen Tahu Tempe Indonesia (Gakoptindo) menghitung, potensi kerugian yang akan diterima oleh perajin tahu tempe mencapai Rp 200 miliar selama aksi mogok produksi. Aip Syarifuddin, Ketua Gakoptindo, mengatakan, kenaikan harga kedelai hingga mencapai Rp 10.000 per kilogram (kg) menjadi alasan mereka menghentikan produksi tahu dan tempe. Sebagai perbandingan, tahun lalu, harga tertinggi kedelai Rp 8.500 per kg. "Tidak pernah selama ini harga kedelai setinggi ini," kata Aip akhir pekan lalu.
Sebagai catatan, Gakoptindo mengklaim memiliki anggota 115.000 perajin. Sejak pertengahan Agustus lalu, sekitar 10% mulai menyetop produksi tahu tempe karena tak sanggup membeli kedelai. Kekecewaan perajin tahu tempe makin bertambah ketika Kementrian Perdagangan (Kemdag) menghapus kebijakan harga jual perajin (HJP). Sebelumnya, Kemdag menelurkan kebijakan HJP yang ditentukan setiap bulan. Padahal, dengan HJP, perajin tahu tempe berharap harga kedelai tidak seperti saat ini. Kini, tata niaga kedelai kembali kepada sistem perdagangan komoditas kedelai. Aip khawatir beberapa spekulan akan menahan harga. "Anggota Gakoptindo gagal mendapatkan kedelai dari importir seperti Cargill Indonesia dan Jakarta Sereal," kata Aip. Walau HJP tersebut telah dicabut, Aip bersama perajin tempe dan tahu lain tetap menuntut kepada pemerintah untuk tetap memberikan harga khusus kepada perajin serta ketersedian pasokan yang lancar. Untuk kondisi seperti ini, harga khusus yang diinginkan para perajin adalah berkisar antara Rp 8.200 per kg-Rp 8.300 per kg. Srie Agustina, Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri, Kemdag, pernah menyatakan bahwa pencabutan HJP supaya suplai barang terjamin. Alasannya, beberapa importir menilai, saat rupiah melemah, HJP merugikan mereka sehingga tidak sanggup mengimpor kedelai. Sedangkan kedelai dalam negeri tidak tersedia. Menaikkan harga
Suswono, Menteri Pertanian, berharap, para perajin tahu tempe tidak mogok produksi. Ketimbang mogok, Suswono menyarankan produsen tahu dan tempe menaikkan harga jual tahu tempe, supaya perajin tidak kehilangan keuntungan. "Pedagang, kan, tinggal menyesuaikan harga jual saja. Kalau kedelai naik, harga jualnya juga dinaikkan saja. Artinya dia masih bisa dapat untung," tandas Suswono. Solusi lainnya, kata Suswono adalah dengan mengurangi volume ataupun bentuk tahu tempe. Dengan berbagai siasat tersebut, tak ada alasan pengusaha tahu tempe mogok berproduksi. "Jadi ngapain harus mogok, kasihan para pegawainya yang kemudian tidak mendapatkan penghasilan," paparnya. Dari sudut pandang lain, Suswono melihat kenaikan harga kedelai ini positif bagi dunia pertanian Indonesia. Sebab, kenaikan harga kedelai akan merangsang petani lokal menanam kedelai. Produksi lokal meningkat, Indonesia bisa mengurangi impor kedelai. "Saat ini, 70%-80% kebutuhan kedelai kita bergantung pada impor," jelas dia. Setiap tahun kebutuhan kedelai dalam negeri mencapai 2,5 juta ton. Produksi dalam negeri hanya sekitar 700.000 ton-800.000 ton. Tahun lalu, impor kedelai mencapai 1,9 juta ton. Tahun ini impor kedelai diperkirakan mencapai 1,47 juta ton. Sampai awal September realisasi impor kedelai mencapai 850.000 ton. n Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Fitri Arifenie