KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Rencana pemerintah kerek tarif cukai hasil tembakau (CHT) atau cukai rokok untuk tahun 2022 belum jelas. Hingga saat ini, pemerintah pun belum mengumumkan besaran kenaikan cukai rokok untuk tahun depan. Namun, pemerintah, melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menargetkan, pengumuan terkait cukai roko bisa dilakukan dalam 15 hari ke depan. “Target (pengumuman kebijakan cukai 2022) akhir November, karena itu kan masuk Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 68 Tahun 2021,” kata Direktur Teknis dan Fasilitas Cukai Direktorat Jenderal (Ditjen) Bea Cukai Kemenkeu Nirwala Dwi Heriyanto kepada Kontan.co.id, Senin (15/11).
Lebih lanjut Nirwala mengatakan, saat ini pemerintah tengah menyusun Peraturan Menteri Keuangan (PMK) terkait kebijakan tarif CHT tahun 2022. Namun, ia belum bisa memerinci besaran tarif rokok tahun depan. Sebelumnya, pemerintah telah menjanjikan akan mengumumkan tarif cukai rokok 2022 di akhir bulan lalu. Tetapi hingga kini masih menjadi harapan palsu. “Mengenai tarif cukai ini masih kami
review di internal pemerintah dan insyaAllah bulan Oktober bisa kami selesaikan oleh pimpinan dengan kebijakan yang tentunya sejalan dengan kebijakan di 2022,” kata Askolani dalam konferensi pers APBN bulan lalu.
Baca Juga: Kenaikan CHT dinilai akan mengancam para pekerja di sektor IHT Molornya pengumuman tarif cukai rokok tahun depan diperkirakan akan berdampak terhadap industri hasil tembakau (IHT). Ketua Umum Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (Gappri) Henry Najoan menjabarkan, tiga dampak terlambatnya pengumuman tarif rokok oleh pemerintah.
Pertama, memperlambat rencana kerja para perusahaan rokok dalam hal perencanaan penjualan.
Kedua, menghambat perencanaan
market hingga harga jual rokok
Ketiga, industri rokok perlu menghitung pengeluaran uang perusahaan untuk membeli pita cukai sebagai persediaan selama satu tahun ke depan. “Hingga saat pun belum ada diskusi atau komunikasi pemerintah terkait kebijakan atau tarif cukai rokok tahun depan. Tentu akan menghambat perencanaan industri rokok,” jelas Henry kepada Kontan.co.id, Senin (15/11). Henry berharap, pemerintah tak menaikkan tarif cukai rokok tahun depan. Alasannya, dampak pandemi virus corona masih dirasakan industri sampai sekarang. Sehingga, diperkirakan daya beli dan produksi rokok di tahun depan belum pulih. Hal tersebut bisa berakibat pada pemutusan hubungan kerja yang pada akhirnya justru menjadi penghambat proses pemulihan ekonomi di tahun depan. Menurutnya, pemerintah sebaiknya fokus terhadap pemberantasan rokok ilegal. Gappri mengusulkan, pemerintah melakukan strategi ekstra
ordinary dalam pemberantasan peredaran rokok ilegal. Cara ini dinilai efektif untuk menelusuri dan memberlakukan efek jera bagi pelaku produksi dan pengedar rokok ilegal.
Baca Juga: Pemerintah akan naikkan tarif cukai hasil tembakau tahun depan, ini pertimbangannya Hal tersebut diharapkan berdampak kepada tercapainya penerimaan cukai dan terciptanya ekosistem industri legal yang kondusif dalam jangka panjang. Merujuk hasil survei Lembaga Survei Indodata, sebanyak 28,12% perokok di Indonesia pernah atau sedang mengkonsumsi rokok ilegal. Jika angka tersebut dikonversikan dengan pendapatan negara, maka potensi penerimaan cukai yang hilang bisa mencapai Rp 53,18 triliun.
Sejalan, Ketua Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) NTB Sahminudin berharap tahun depan tarif CHT tidak naik. Berdasarkan hitungannya, setiap 1% kenaikan CHT maka penjualan IHT turun 1,49 miliar batang. “Akan bagaimana nasib IHT kalau dinaikkan 21% per tahun sementara pertumbuhan ekonomi cenderung negatif dan saat ini dalam kondisi pandemi Covid-19," kata Sahminudin. Di sisi lain, ia mengatakan dampak negatif apabila pemerintah meningkatkan tarif CHT tahun depan akan berdampak dari hulu hingga hilir, yakni para petani tembakau dan cengkeh sampai dengan produsen rokok, bahkan masyarakat.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Anna Suci Perwitasari