Momen Nataru Akan Dongkrak Ekonomi, Namun Bersifat Sementara



KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Momentum Natal dan Tahun Baru (Nataru) 2025–2026 dinilai tetap memberikan dorongan terhadap kinerja ekonomi nasional. Namun, kontribusi tersebut masih bersifat sementara dan belum cukup kuat untuk menjadi mesin pertumbuhan ekonomi jangka panjang.

Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Yusuf Rendy Manilet menilai, dampak ekonomi dari periode Nataru paling terasa pada kuartal IV-2025, dengan efek lanjutan yang relatif terbatas hingga awal 2026.

“Momentum Natal dan Tahun Baru (Nataru) 2025–2026 memang memberi dorongan yang cukup berarti terhadap kinerja ekonomi, terutama di kuartal IV 2025 dan sedikit spillover ke awal 2026, tetapi sifatnya tetap sementara,” ujarnya saat dihubungi Kontan, Jumat (26/12/2025).


Yusuf memperkirakan, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada akhir 2025 dapat berada di kisaran 5,0% secara tahunan (year on year/yoy). Kinerja tersebut terutama ditopang oleh konsumsi rumah tangga yang meningkat selama periode libur panjang, mulai dari belanja ritel, lonjakan mobilitas masyarakat, hingga aktivitas pariwisata.

Baca Juga: Truk Sumbu Tiga Dilarang Melintas di Tol Selama Libur Nataru

Ia menaksir, perputaran uang selama periode Nataru 2025–2026 dapat menembus Rp 100–110 triliun. Perputaran dana tersebut memberikan kontribusi positif terhadap perekonomian melalui efek pengganda konsumsi (multiplier effect).

Meski demikian, Yusuf menegaskan bahwa kontribusi Nataru terhadap produk domestik bruto (PDB) secara kuartalan tetap terbatas. Berdasarkan pengalaman historis, tanpa dukungan investasi dan peningkatan produktivitas jangka panjang, lonjakan ekonomi musiman seperti Nataru hanya berfungsi sebagai pendorong sementara.

Dengan kata lain, peningkatan konsumsi yang bersifat temporer tersebut belum cukup untuk mengimbangi perlambatan pada komponen pertumbuhan ekonomi lainnya.

Selain itu, Yusuf juga mengingatkan adanya sejumlah risiko yang berpotensi menggerus dampak positif Nataru. Risiko eksternal seperti bencana alam, termasuk banjir di sejumlah wilayah, dinilai dapat memangkas manfaat ekonomi apabila tidak diantisipasi dengan respons kebijakan yang cepat dan terkoordinasi. Gangguan tersebut tidak hanya memengaruhi mobilitas masyarakat, tetapi juga dapat menghambat distribusi barang serta pasokan pangan.

Dari sisi sektoral, Yusuf menilai manfaat ekonomi Nataru 2025–2026 paling terasa pada sektor pariwisata, transportasi, ritel, dan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), seiring dengan mobilitas masyarakat yang diperkirakan mencapai hampir 120 juta orang.

Baca Juga: Libur Nataru Dongkrak Trafik Mal, Diproyeksi Ramai hingga Awal Januari 2026

Ekonomi digital juga diperkirakan mencatatkan kinerja positif, tercermin dari lonjakan transaksi non-tunai dan perdagangan elektronik (e-commerce). Diskon transportasi serta stimulus dari pemerintah turut memperkuat aktivitas ekonomi selama periode libur akhir tahun.

“Namun secara kritis, struktur dampaknya masih berat ke kelompok menengah atas dan wilayah tertentu. Sektor primer seperti pertanian justru relatif rentan karena cuaca ekstrem, yang berpotensi mengganggu pasokan dan menekan pendapatan petani,” imbuh Yusuf.

Pandangan tersebut sejalan dengan Ekonom Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin. Ia memperkirakan, momentum Nataru dapat meningkatkan belanja atau konsumsi rumah tangga sebesar 4%–6%. Dampak tersebut terbagi hampir merata antara kuartal IV-2025 dan kuartal I-2026.

“Mengingat konsumsi rumah tangga mewakili 55% PDB, tentunya ini mendongkrak pertumbuhan ekonomi secara kuartalan,” ucap Wijayanto.

Menurutnya, sektor yang paling dominan mendorong aktivitas ekonomi selama Nataru meliputi transportasi, kuliner dan pariwisata, perhotelan, serta ritel. Meski begitu, Wijayanto menilai dampak ekonomi Nataru tahun ini berpotensi sedikit lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya.

“Tetapi dengan data terbatas, saya perkirakan nataru kali ini sedikit lebih rendah dari tahun lalu,” katanya.

Kendati demikian, Wijayanto tidak melihat adanya potensi tekanan inflasi yang signifikan pada awal 2026. Hal ini disebabkan oleh kondisi daya beli masyarakat yang masih cenderung lemah.

Baca Juga: Apindo Sebut Nilai Ekonomi Nataru Tahun Ini Lebih Besar dari Tahun Lalu

Pandangan serupa disampaikan Kepala Ekonom PT Bank Central Asia Tbk (BCA), David Sumual. Ia mengamati bahwa tanda-tanda kenaikan inflasi belum terlihat, mengingat peningkatan permintaan belum signifikan. Di sisi lain, pasokan, terutama bahan pangan, juga dinilai relatif terjaga.

David mencatat, hingga pertengahan Desember 2025, pertumbuhan belanja masyarakat berada di kisaran 4%–5%, meskipun sedikit lebih rendah dibandingkan posisi pada Oktober 2025.

Meski demikian, David menilai momentum Nataru 2025–2026 cenderung sedikit lebih kuat dibandingkan tahun sebelumnya dan masih sejalan dengan pola musiman akhir tahun. Hal ini terutama didukung oleh adanya pendapatan tambahan masyarakat, seperti tunjangan hari raya (THR), yang menopang konsumsi selama periode liburan.

Selanjutnya: Obligasi Korporasi Diproyeksi Tetap Ramai pada 2026, Ini Pendorongnya

Menarik Dibaca: Daftar Top Series 2025 Versi IMDb, Ada The White Lotus hingga Squid Game

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News