Monopoli Cip, Qualcomm terkena denda US$ 975 Juta



SAN DIEGO. Qualcomm Inc. hanya bisa pasrah menerima keputusan otoritas anti monopoli Pemerintah China. Komisi Pembangunan dan Reformasi Nasional China atau China's National Development and Reform Commission (NDRC) memutuskan Qualcomm harus membayar denda US$ 975 juta atas praktik monopoli penjualan teknologi cip telepon selular di China.

NDRC telah menjatuhkan putusan hasil pemeriksaan Qualcomm yang berlangsung selama kurun waktu satu tahun terakhir pada Senin lalu (9/2). Terhadap sanksi ini, pihak Qualcomm seperti diwartakan Bloomberg, Selasa (10/2), tidak akan mengajukan banding.

NDRC juga berkeberatan atas sikap Qualcomm yang membebankan lisensi teknologi cip ponsel lebih tinggi di pasar dalam negeri China. "Perilaku Qualcomm membatasi persaingan, menahan inovasi teknologi dan merugikan kepentingan konsumen," sebut NDCR seperti dikutip Bloomberg.


Sebagai wujud kepatuhan atas keputusan NDRC, Manajemen Qualcomm bakal menurunkan beban lisensi sehingga mengacu pada harga pasar. Selain itu Qualcomm juga akan memberikan diskon cukup besar bagi pemakaian teknologi 3G dan 4G miliknya di pasar China.

Sebagai catatan, dalam lima tahun terakhir, dari penjualan lisensi saja, Qualcomm sukses mengumpulkan keuntungan sebesar US$ 30 miliar. Penjualan lisensi setidaknya menyumbang porsi hingga 58% dari total laba perusahaan sebelum pajak. Qualcomm pada tahun ini membidik pendapatan sebanyak US$ 26,3 miliar hingga US$ 28 miliar.

Meski merugikan pihak Qualcomm, namun keputusan itu justru dimaknai sebagai hal positif oleh investor. Terbukti, harga saham Qualcomm satu hari pasca pengenaan sanksi oleh NDRC justru meningkat 3,1%.

Kondisi itu terjadi lantaran investor menilai sanksi yang diterima Qualcomm akan mengakhiri ketidakpastian kelangsungan bisnis perusahaan di China. "Keputusan ini mengakhiri ketidakpastian bisnis Qualcomm di China," kata Steve Mollenkopf, Chief Executive Officer (CEO) Qualcomm.

Mike Walkley, analis Canaccord Genuty menilai, Pemerintah China ingin melindungi kepentingan warganya. Dengan berakhirnya kasus ini, Qualcomm bisa kembali fokus membesut pasar China.

Editor: Hendra Gunawan