JAKARTA. Proyek Monorel yang diharapkan menjadi salah satu solusi kemacetan ibukota ternyata tak kunjung mulai pembangunannya. Masalah utamanya karena belum ada kesepakatan antara Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dengan PT Jakarta Monorel (JM), selaku pihak swasta yang mengerjakan proyek tersebut. Beberapa kendala yang menghambat diantaranya soal rancangan bussines plan dari pihak swasta yang belum juga disetujui oleh Pemprov DKI. Proyek yang terkatung-katung sejak 2004 ini berkali-kali melakukan berbagai kajian seperti soal desain. Banyak titik yang awalnya sudah didesain dengan pas menjadi terkendala lagi karena titik tersebut sudah berubah dan terjadi pembangunan. PT JM berulang kali memberikan desain yang akhirnya ditolak pemerintah. Misalnya dengan adanya jalan layang non tol, otomatis desain harus dirubah agar tidak tumpang tindih.
“Dalam penyesuaian banyak sekali peraturan yang berubah di tahun 2005, padahal perjanjian kerjasama di 2004 sehingga banyak yang harus diperbarui,” kata Direktur Utama PT Jakarta Monorel, John Aryananda, Sabtu (24/5). Selain itu, soal jaminan investasi, Idealnya memang jaminan investasi sebesar 1% - 5%, namun PT JM menawarnya menjadi 0,5%. Akhirnya disepakati jaminan investasi sebesar 1,5% dari nilai proyek. Kendala lainnya adalah soal harga, pemerintah ingin harga tiket sekitar Rp 10 ribu – Rp 12 ribu agar bisa menjangkau semua kalangan, namun PT JM menghitung harga tiket sekitar Rp 20 ribu – Rp 30 ribu. Menurut Lukas Hutagalung, Ahli Pengembangan kerjasama Pemerintah Swasta (KPS) Bapenas mengatakan sebenarnya sudah ada pembahasan antara swasta dan pemerintah soal harga tiket. Sempat diwacanakan untuk pemerintah tak harus membayar setengah dari jumlah yang diinginkan swasta. Lalu swasta diberikan kesempatan untuk mengusahakan dengan cara lain seperti memasang iklan disana atau membuka ruko, tapi cara ini juga ditolak. Akibat dari penundaan ini jelas dana yang dikeluarkan akan semakin membengkak karena nilai investasinya terus naik.