Moody's beri sinyal bagus ekonomi Indonesia



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Di tengah ancaman kenaikan suku bunga The Fed dan langkah reformasi pajak di Amerika Serikat, ada berita bagus bagi Indonesia. Lembaga pemeringkat utang internasional Moody's pada Senin (11/12) mengumumkan indikator Liquidity Stress Indicator (LSI) Indonesia turun dari 24% pada Oktober menjadi 23,1% November 2017.

Kondisi serupa juga terjadi di tingkat Asia, LSI turun dari 27,6% menjadi 26,4%. Angka LSI menyatakan opini atau persepsi yang mengukur likuiditas korporasi yang kualitas ratingnya tidak terlalu bagus. Hal ini meliputi bagaimana kemampuan korporasi mengelola pendanaan dari sumber internal maupun eksternal sehingga kewajiban cash memenuhi kebutuhan untuk 12 bulan mendatang.

Intinya, semakin kecil LSI, ancaman kesulitan likuiditas berkurang. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menjelaskan, pernyataan Moody's adalah bentuk pengakuan atas pengelolaan perekonomian Indonesia yang baik.


Dia bilang, pemerintah memang sengaja tidak mengejar pertumbuhan ekonomi yang terlalu tinggi, agar tidak terjadi kesalahan seperti era Orde Baru. Pada saat itu, laju ekonomi kencang, tapi malah overheating akibat impor yang melaju terlalu kencang.

"Kalau kita lihat, indikator ekonomi kita 2-3 tahun terakhir sebetulnya pertumbuhannya tidak tinggi sekali. Sekarang (ekspektasi tahun ini) ada pada angka 5,1%, tetapi kami ingin perekonomian yang merata, seimbang. Kami meletakkan dasar untuk lebih cepat dan merata. Ini ukuran dari kualitas ekonomi," terang Darmin, Senin (11/12).

Sinyal membaik

Seperti diketahui, sejumlah indikator ekonomi makro Indonesia hingga akhir tahun ini belum begitu memuaskan. Pertumbuhan ekonomi hingga kuartal III-2017 masih stagnan di level 5%, daya beli konsumen masih lesu, hingga kurs rupiah melemah ke level Rp 13.546 per dollar Amerika Serikat menurut data JISDOR, 11 Desember 2017.

Ekonom Bank Permata Josua Pardede menganalisa, penurunan LSI memberi indikasi ekonomi Indonesia tengah menuju perbaikan. "Meski belum signifikan, tetapi korporasi Indonesia yang dikategorikan dengan rating jelek, kinerjanya makin baik, katanya.

Dengan kemampuan korporasi mengelola pendapatan yang semakin baik, diharapkan potensi kredit macet juga berkurang. Bersamaan itu, rasio penyaluran kredit maupun penerbitan surat kian besar. "Tahun ini penerbitan obligasi korporasi juga sudah meningkat. Data dari Bursa Efek Indonesia hampir Rp 137 triliun issuance-nya per November dan di secondary market transaksinya juga meningkat," papar Josua.

Ekspektasi ekonomi tahun depan, menurut Josua bakal terus membaik. Diperkirakan ekonomi tumbuh 5,2% hingga 5,3% pada 2018, lebih besar dari tahun ini yang hanya akan mencapai 5,0% hingga 5,1%. Diharapkan konsumsi rumah tangga membaik sehingga kapasitas produksi sektor riil meningkat dan ada permintaan kredit. "Perbaikan ini akan ditranslasikan dengan peningkatan sektor riil, ucapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Sanny Cicilia