KONTAN.CO.ID - LONDON - Lembaga pemeringkat utang Moody's masih ragu atas berlangsungnya perjanjian genjatan senjata antara Israel dengan Pejuang Hizbullah. Moody's menilai, masih terlalu dini untuk mengatakan apakah kesepakatan gencatan senjata Israel dengan Hizbullah di Lebanon telah "secara signifikan dan berkelanjutan" mengurangi risiko. Keraguan inilah yang menyebabkan Moody's menurunkan peringkat kredit negara Israel, yang diumumkan lembaga itu pada hari Kamis (28/11).
Seperti kita tahu, Lembaga Pemeringkat utang Moody's menurunkan peringkat kredit Israel dari A2, menjadi Baa1, pada bulan September 2024.
Baca Juga: Klaim Hizbullah: Sudah Menyerang 4.637 Balasan, Tewaskan 130 Tentara Israel Israel menyetujui kesepakatan gencatan senjata dengan Hizbullah yang didukung Iran awal minggu ini yang telah mendorong kelegaan bahwa ketegangan tampaknya mereda lebih dari setahun setelah perang di Gaza dimulai. "Masih terlalu dini untuk mengatakan apakah risiko ini akan berkurang secara signifikan dan berkelanjutan," kata Moody's. Sebelumnya pada hari Kamis, lembaga pemeringkat Fitch mengatakan kesepakatan gencatan senjata dapat membatasi ketegangan pada profil kredit Israel.
Tonton: Pemimpin Tertinggi Iran Serukan Hukuman Mati bagi Pemimpin Israel Obligasi Israel, telah mengalami tekanan selama perang. Harga surat utang Israel menguat setelah kesepakatan gencatan senjata mulai berlaku pada hari Rabu, sementara obligasi Lebanon yang sangat tertekan juga mengalami peningkatan.
Moody's mempertahankan prospek negatif pada peringkat Israel setelah penurunan peringkatnya pada bulan September, yang terjadi di tengah meningkatnya konflik di wilayah tersebut, dan memperingatkan bahwa karena ketidakpastian atas keamanan negara dan prospek pertumbuhan ekonomi jangka panjang, penurunan peringkat lebih lanjut mungkin terjadi. Pada hari Kamis, lembaga itu juga mengatakan bahwa meskipun risiko geopolitik "tampaknya telah berkurang sebagian", risiko politik dalam negeri tetap ada. "Menurut pandangan kami, pemerintah Israel sedang menjalankan kebijakan yang menambah ketegangan sosial yang sudah tinggi di negara itu," katanya, mengutip reformasi peradilan yang disengketakan dan upaya untuk secara permanen membebaskan kaum ultra-ortodoks dari dinas militer.
Editor: Syamsul Azhar